Kisah Sunan Bonang lengkap, Walisongo
Rabu, 12 April 2017
Tambah Komentar
Raden Maulana Makdum Ibrahim yang kemudian dikenal dengan sebutan Sunan Bonang adalah seorang putra dari Sunan Ampel. Berbicara tentang Sunan Bonang yang namanya didepannya tercantum kata-kata Maulana Makhdum, mengingatkan kita kembali kepada cerita di dalam Sejarah Melayu. Konon kabarnya dalam sejarah Melayu pun dahulu ada pula tersebut tentang cendekiawan Islam yang memakai gelar Makhdum, yaitu gelar yang lazim di pakai di India.
Kata atau gelar Makhdum ini merupakan sinonim kata Maula atau Malauy gelar kepada orang besar agama berasal dari kata Khodama – Yakhdumu dan infinitifnya (masdarnya) Khidmat. Dan maf’ ulnya dikatakan Makhdum artinya orang yang harus dikhidmati atau dihormati karena kedudukannya dalam agama atau pemerintahan Islam di waktu itu.
Salah seorang besar yang mengepalai suatu departemen ketika terjadi pembentukan adat yang berdasarkan Islam, tatkala agama Islam memasuki Minangkabau, berpangkat Makhdum pula. Rupanya Makhdum atau muballigh Islam yang berpangkat atau bergelar Makhdum itu datang ke Malaka pada abad ke VX, ketika Malaka mencapai puncak kejayaannya.
Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465, dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim. Dia adalah putra Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Bonang adalah sebuah desa di kabupaten Rembang. Nama Sunan Bonang diduga adalah Bong Ang sesuai nama marga Bong seperti nama ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M, dan saat ini makam aslinya berada di Desa Bonang. Namun, yang sering diziarahi adalah makamnya di kota Tuban. Lokasi makam Sunan Bonang ada dua karena konon, saat dia meninggal, kabar wafatnya dia sampai pada seorang muridnya yang berasal dari Madura. Sang murid sangat mengagumi dia sampai ingin membawa jenazah dia ke Madura. Namun, murid tersebut tak dapat membawanya dan hanya dapat membawa kain kafan dan pakaian-pakaian dia. Saat melewati Tuban, ada seorang murid Sunan Bonang yang berasal dari Tuban yang mendengar ada murid dari Madura yang membawa jenazah Sunan Bonang. Mereka memperebutkannya.
Beliau adalah putera Sunan Ampel yang beristri Nyai Ageng Manila seorang putera Arya Teja, salah seorang Tumenggung Majapahit yang berkuasa di Tuban dan sekitarnya. Menurut sejarah wali songo Sunan Bonang lahirh pada tahun 1465 dan wafat pada tahun 1525. Semasa hidupnya Sunan Bonang menyebarkan Agama Islam di daerah pesisir Jawa Timur sekitar Tuban sampai perbatasan hingga ke daerah Lasem Jawa Tengah.
Sebagai halnya Sang ayah Sunan Ampel, Sunan Bonang mendirikan pondok pesantren di daerah Tuban dan mendidik murid-muridnya yang kelak juga ikut menyebarkan Agama Islam ke pelosok Pulau Jawa. Konon beliaulah yang menciptakan gending Dharma serta berusaha mengganti nama nama nahas/sial, nama dewa-dewa menurut kepercayaan Hindu menjadi nama-nama malaikat serta nabi-nabi.Hal ini dimaksudkan untuk mendekati rakyat Jawa waktu itu dan mengenalkan ajaran baru sehingga memeluk Islam. Desa Bonang sebagai salah satu tempat wisata ziarah Sunan Bonang terletak di Kecamatan Lasem, Rembang. Terletak di antara jalan penghubung pantura antara Lasem ke Tuban Jawa Timur.
Semasa hidupnya dikatakan Sunan Bonang pernah belajar ke Pasai. Sekembalinya dari Pasai, Sunan Bonang memasukkan pengaruh Islam ke dalam bangsawan dari Keraton Majapahit dan mempergunakan Demak sebagai tempat berkumpul murid-muridnya.Perjuangan Sunan Bonang menanamkan pengaruh ke dalam. Siasat Sunan Bonang adalah memberikan didikan Islam kepada Raden Patah putera Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit serta mendirikan kerajaan Islam pertama di tanah Jawa dengan Demak sebagai pusat pemerintahan Islam.
Objek wisata pantai bahari di Kabupaten Rembang antara lain memiliki hamparan pantai utara dengan panjang 60 km dengan kekayaan alam lain berupa perbukitan, hutan serta peninggalan sejarah petilasan Makam Sunan Bonang ini. Dengan potensi wisata alam Pemkab Rembang mengelompokkan daerah ini menjadi 3 sub sistem yaitu subsistem Rembang, Lasem dan Bonang. Setiap subsistem wisata budaya dan sejarah terangkai dalam kesatuan segregasi kewilayahan. Kekayaan potensi alam dan sejarah ini kini menjadi modal utama untuk pengembangan wisata.
Untuk menjangkau objek wisata ini sangatlah mudah. Bila berkendara baik roda dua maupu empat, setelah tiba di Lasem arahkan kendaraan Anda menyusuri pantai sepanjang 5 km ke timur hingga tiba di desa Bonang yang terletak di pinggir laut. Jarak Lasem-Bonang sekitar 5 km. Subsistem Bonang misalnya memiliki objek pemandangan laut yang indah. Di samping makam Sunan Bonang ada juga makam Putri Chempa, salah seorang pengikut setia Sunan Bonang. Selain makam ada juga petilasan batu pasujudan Sunan Bonang dan Bende Beca.
Sunan Bonang wafat dalam usia 60 tahun dan dimakamkan di halaman rumah kediamannya yang terletak di Desa Bonang, Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Sekarang situs peninggalan makam Sunan Bonang hanya berupa pelataran yang dikelilingi oleh batu bata merah. Sunan Bonang mempunyai banyak murid. Mereka berasal dari daerah yang ada di Pulau Jawa.Tetapi yang paling banyak berasal dari daerah Tuban, Rembang dan Madura. Ketika Sunan Bonang meninggal, jenazahnya menjadi rebutan murid-muridnya yang berasal dari berbagai daerah. Mereka ingin memakamkan Sang Guru di tempat masing-masing. Ketika terjadi rebutan, setiap murid merasa berhasil mendapatkan jenazah Sunan Bonang. Setelah itu mereka pulang ke daerah asal untuk memakamkan jenazah.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Sunan Bonang lengkap, Walisongo"
Posting Komentar