Kisah Turunnya Al-Quran dibulan Ramadhan
Rabu, 10 Mei 2017
Tambah Komentar
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
من قرأ حرفا من كتاب الله فله حسنة والحسنة بعشر أمثالها ، لا أقول الم حرف ، ولكن ألف حرف ، ولام حرف ، وميم حرف رواه الترمذي
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitabullah maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan dilipatgandakan sepuluh kali lipat. Saya tidak katakan “alif lam mim” satu huruf tetapi alif satu huruf, lam satu huruf DAN mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi no 2910).
At-Tirmidzi berkata, “Hadits Hasan Gharib”.
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
اقرأوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعاً لأصحابه
“Bacalah al-Quran, karena sungguh ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada para sahabatnya".(HR.Muslim 804).
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi bersabda;
الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة والذي يقرأ القرآن ويتتعتع فيه وهو عليه شاق له أجران
“Orang yang mahir membaca al-Quran akan bersama para malaikat yang mulia. Dan orang yang membaca al-Quran sambil terbata-bata maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim No 804).
Allah ‘Azza Wa Jalla telah memerintahkan kita untuk membaca kitabNya. Dia jelaskan bahwa hal itu merupakan kebiasaan orang-orang sholeh dan shiddiqiyn. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ [٣٥:٢٩] لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُم مِّن فَضْلِهِ ۚ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ [٣٥:٣٠]
“Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitabullah, mendirikan shalat, menginfakkan sebagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka secara diam-diam dan terang-terangan, mereka sedang mengharapkan perniagaan yang tidak merugi. Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karuniaNya. Sungguh, Allah maha pengampun lagi maha mensyukuri.” (QS. Fathir[35]:29-30).
Jadi, membaca al-Quran merupakan perdagangan yang menguntungkan dan tidak akan rugi. Ini berlaku sepanjang masa setiap hari dan bulan. Tetapi dalam bulan Ramadhan, al-Quran memiliki kedudukan yang lebih agung. Sebab, perhatian Nabi terhadap al-Quran meningkat pada bulan Ramadhan. Hal ini karena beberapa sebab:
Permulaan Turunnya al-Quran Pada Bulan Ramadhan
Malam turunnya Jibril kepada Nabi (menyampaikan) firman Allah;
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ [٩٦:١] خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ [٩٦:٢] اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ [٩٦:٣] الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ [٩٦:٤]
“Bacalah dengan (menyeut) nama Tuhanmu yang menciptakan,Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha mulia, Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.”
(QS. Al-Alaq[96]:1-4).
Persitiwa turunnya ayat ini pada bulan Ramadhan.
Mengenai kisah turunnya Jibril kepada Nabi terdapat dalam shahihain diceritakan oleh Aisyah Ummul Mu’minin, beliau menuturkan, “Awal mula turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berupa mimpi yang benar dalam tidur beliau. Beliau tidak pernah melihat sesuatu dalam mimpinya melainkan ada sesosok yang datang menyerupai fajar subuh. Kemudian beliau bertahannuts di gua Hira selama beberapa malam, sebelum kemudian pulan mengambil bekal untuk bertahannuts lagi. Lalu beliau menemui Khadijah radhiyallahu ‘anha dan mempersiapkan bekal kembali.
Hingga suatu ketika datanglah kebenaran yang nyata (al-Haq) tatkala beliau berada di Gua Hira. Pada saat itu beliau didatangi oleh Malaikat Jibril seraya berkatanya, “Bacalah!” “Aku tidak dapat membaca”, jawab Nabi. Rasulullah berkata, ‘’Lalu Makaikat Jibril memegangi dan merangkulku sampai aku merasa sesak, kemudian ia melepaskanku. Malaikat Jibril kembali memegangiku untuk kedua kalinya, seraya berkata, “Bacalah”. Aku menjawab, “Aku tidak dapat menjawab”. Iapun kembali memegangiku dan merangkulku hingga aku merasa sesak. Lalu ia kembali melepaskanku seraya berkata, “Bacalah!” Aku kembali menjawab, “Aku tidak bisa membaca”. Kemudian Malaikat Jibril kembali menekanku lalu melepaskanku seraya berkata kepadaku;
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ [٩٦:١] خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ [٩٦:٢] اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ [٩٦:٣] الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ [٩٦:٤]
“Bacalah dengan (menyeut) nama Tuhanmu yang menciptakan,Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha mulia, Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq[96]:1-4).
Lalu Rasulullah kembali dalam keadaan gemetar (hatinya gemetar) lalu masuk menemui khadijah binti khuwalid Radhiyallahu ‘anha seraya berkata “Zammiluniy, zammiluniy” selimuti aku, selimuti aku, lalu Khadijah menyelimutinya hingga hilang rasa takut darinya, kemudian beliau berkata kepada Khadijah dan mengabarkan kabar: “aku takut atas diriku sendiri” , Khadijah berkata “sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakanmu selamanya, sungguh engkau selalu menyambung tali persaudaraan (bersilaturahim),ikut meringankan beban orang lain, berderma kepada orang tak berpunya, memuliakan tamu, dan menolong orang yang menegakkan kebenaran.
Lalu Khadijah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza sepupuh Khadijah. Beliau adalah seorang penganut Nasrani pada masalah jahiliyah dan dapat menulis bahasa Ibrani, saat itu beliau sudah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai anak pamanku, dengarkanlah (berita) dari anak saudaramu ini”. Waraqah berkata: “Wahai anak saudaraku (kemanakan), apa yang engkau lihat?” maka Rasulullah mengabarkan peristiwa yang beliau lihat. Waraqah berkata kepada beliau, “inilah Namus (malaikat) yang turun kepada Nabi Musa, andaikan aku masih muda, andaikan aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu. ”Apakah mereka akan mengeluarkan / mengusirku?”Tanya Rasulullah. “Iya, tidak ada satupun yang datang membawa ajaran seperti (ajaran) yang engkau bawa melainkan ia pasti disakiti, andaikan aku masih mendapati hari tersebut niscaya aku menolongmu.” Tak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia pada saat-saat wahyu turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq dan Abu Sulaiman Ad Dimasyqy yang dikutip oleh Ibnul Jauzy dalam kitabnya Zaadul Masir Fiy ‘Ilmittafsir, ketika menafsirkan perkataan Allah,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan dalah bulan yang (di dalamnya) diturunkan al-Quran …” (QS. Al-Baqarah[2] :185).
Maksudnya penurunan Al Qur’an dimulai pada bulan Ramadhan.
Dan boleh jadi hal ini juga merupakan makna firman Allah,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ [٤٤:٣]
“Sesungguhnya kami menurunkan al-Quran pada malam yang diberkahi, sungguhkamilah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan[44]:3).
Dan firman Allah Ta’ala,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ [٩٧:١]
“Sesungguhnya kami menurunkan Al qur’an pada malam kemuliaan (Lailatu qadri).” (QS. Al- Qadr[97] : 1).
Sedangkan Lailatul Qadri pada bulan Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan diturunkannya al-Quran dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia
Sebagaimana hal ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan ditegaskan oleh para salaf bahwa al-Quran diturunkan dari Lauhul Mahfuz dan diturunkan ke Baitul izzah di langit dunia pada malam Lailatul Qadri di bulan Ramadhan, kemudian diturunkan kepada Rasulullah secara terpisah berdasarkan kejadian dan kondisi yang ada, sebagaimana sudah diketahui dalam masalah Asbabun Nuzun atau sebab turunnya suatu ayat.
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Sesungguhnya Suhuf Ibrahim diturunkan pada hari pertama Ramadhan, sedangkan kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa pada 6 Ramadhan, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud pada 12 Ramadhan, kitab injil diturunkan kepada Nabi ‘Isa pada 18 Ramadhan, adapun al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad pada 24 Ramadhan.
Riwayat yang semakna dengan ini dinukil pula dari sekelompok sahabat seperti Wailah bin Al-Asyqa’ dan Aisyah Radhiyallahu ‘anhuma. Dan diriwayatkan pula secara ma’ruf dan muquf dari Nabi.
Dan diriwayatkan pula bahwa Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma berkhutbah ketika ayahnya terbunuh, beliau mengatakan, “Kalian telah membunuh seseorang pada malam turunnya al-Quran kepada Nabi Muhammad, saat diangkatnya Nabi Isa ke langit, terbunuhnya Yu’sya ‘bin Nun serta diterima taubatnya Bani Israil.”
Atsar para sahabat yang seperti ini sangat banyak, kesimpulannya seperti yang telah disebutkan, bahwa al-Quran diturunkan dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia pada malam Lailatul Qadri yang terdapat pada bulan Ramadhan.
Jibril mendatangi beliau setiap malam pada bulan Ramadhan dan membacakan al-Quran kepadanya
Sebagaimana hal ini diterangkan dalam sebuah hadits dalam shahihain dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس ، وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل ، وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن ، فلرسول الله صلى الله عليه وسلم أجود بالخير من الريح المرسلة
“Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan dan beliau semakin bertambah dermawan pada bulan Ramadhan, ketika didatangi oleh Jibril. Sungguh, Rasulullah lebih dermawan (pemurah) dalam kebaikan, melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhari 6 dan Muslim 2307).
Bahkan pada tahun wafatnya Rasul, Jibril datang memperdengarkan atau mendengar bacaan al-Qur’an Rasulullah sebanyak dua kali (HR. Bukhari 4712).
Jadi, Ramadhan secara khusus merupakan saat tadarus atau mudarasah al-Quran antara Jibril ‘Alaihi salam dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamyang berlangsung setiap tahun. Dimana, setiap Nabi memuraja’ah (mengulang) semua ayat yang turun antara Ramadhan tersebut dengan Ramadhan sebelumnya. Nabi membaca sementara Jibril mendengarkan. Dari bacaan tersebut terjadilah penetapan perintah Allah, penghapusan (nasakh) hal-hal yang diperintahkan oleh Allah untuk dinasakh. Allah berfirman,
يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِندَهُ أُمُّ الْكِتَابِ [١٣:٣٩]
"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)". (QS. Ar Ra’ad[13]:39).
Selain itu Jibril dan Rasulullah juga mensyarah makna-makna al-Quran dan mempelajarinya bersama-sama.
Dari sini para ulama mengambil dalil disyariatkannya mengkhatamkan al-Quran pada bulan Ramadhan, karena Jibril dan Nabi menamatkan semua ayat al-Quran yang telah turun sebelumnya pada bulan bulan Ramadhan. Bahkan pada tahun terakhir mereka menyelesaikan bacaan al-Quran sebanyak dua kali. Ini dalil bahwa seorang muslim dianjurkan untuk membaca al-Quran secara lengkap pada bulan Ramadhan satu kali atau lebih. Bahkan, yang disunahkan adalah menamatkan al-Quran sekali dalam setiap bulan (HR. Bukhari: 4765).
Jika sanggup (hendaknya) menamatkan setiap pekan satu kali. Bahkan jika mampu setiap tiga malam, sebagaimana hal ini telah diriwayatkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab ini, para salafusshalih mengkhususkan banyak waktu mereka pada bulan Ramadhan untuk membaca al-Quran, sampai-sampai Az-Zuhri berkata, “Jika masuk bulan Ramadhan, maka hanya membaca al-Quran dan memberi makan.”
Baca juga tentang Keistimewaan Malam Lailatul Qodar
Imam Malik jika masuk Ramadhan, maka beliau tinggalkan kajian hadits dan berkonsentrasii membaca al-Quran dari mushaf. Demikian pula dinukil dari sekelompok salaf seperti An-Nakhai’, Ibrahim bin Aswad dan yang lain, bahwa mereka menamatkan al-Quran sekali dalam setiap tiga malam. Jika masuk bulan Ramadhan mereka menamatkan sekali dalam setiap dua hari, jika masuk sepuluh terakhir Ramadhan mereka menamatkan al-Quran setiap malam.
Kesimpulann
Ramadhan meerupakan bulan diturunkannya al-Qur’an dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia, pada bulan ini pula dimulai diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan pada bulan ini juga Jibril mengajarkan al-Quran kepada Nabi dan beliau memperdengarkan (menghadapkan) bacaan al-Quran kepada Jibril.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Turunnya Al-Quran dibulan Ramadhan"
Posting Komentar