Dosa Besar Putus Asa yang dilarang Dalam Al-Qur'an dan Hadits
Rabu, 07 Februari 2018
Tambah Komentar
Allah SWT melarang orang-orang yang beriman berputus asadari rahmat Allah. Misalnya, Allah berfirman:
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf ayat 87).
Firman-Nya:
"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Az-Zumar ayat 53).
Oleh karenanya putus asa dari rahmat Allah, adalah salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar, sebagiamana dikatakan Ibnu Mas’uud radhiyallaahu ‘anhu:
الكبائر: الإشراك بالله ، والأمن من مكر الله ، والقنوط من رحمة الله ، واليأس من روح الله
“Dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap kelapangan dari Allah.”
(Hadis hasan sahih; diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
Allah berfirman:
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ ۖ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.
(Al-Israa’: 83)
Allah juga berfirman:
وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.
(Ar-Ruum: 36)
Allah juga memfirmankan tentang mereka:
لَّا يَسْأَمُ الْإِنسَانُ مِن دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِن مَّسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِن بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّجِعْتُ إِلَىٰ رَبِّي إِنَّ لِي عِندَهُ لَلْحُسْنَىٰ
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”.
فلننبئن الذين كفروا بما عملوا ولنذيقنهم من عذاب غليظ
Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.
(QS. Fushshilat: 49-50)
Allah juga berfirman:
وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa (atas apa yang sedang terjadi padanya, az) lagi kufur (ia lupa dan tidak berterima kasih atas rahmat yang dahulu diberikan padanya, az).
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي ۚ إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ
Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: “Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku”; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga…
Firman Allah SWT :
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.
(Huud: 9-11)
Allah mengabarkan tentang manusia dan sifat-sifat tercela yang ada dalam diri mereka. Yaitu mereka yang jika bencana setelah mendapatkan nikmat, maka mereka berputus asa untuk mendapatkan kebaikan di masa yang akan datang, dan mereka KUFUR (ingkar) terhadap keadaan yang telah berlalu, seakan-akan mereka tidak pernah melihat kebaikan (sebelumnya) dan setelah itu mereka tidak mengharap untuk memperoleh keberuntungan…
Ketika Allah menguji mereka dengan cobaan, sehingga seakan-akan sebelumnya mereka LUPA atas nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka, mereka pun putus asa, dan KUFUR terhadap apa yang telah Allah berikan kepada mereka.
Hal ini seperti yang dikatakan dalam hadits:
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“…Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.”
Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,
بِكُفْرِهِنَّ
“Disebabkan kekufuran mereka.”
Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab,
يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan inilah sikap orang-orang munaafiq, sebagaimana Allah berfirman tentang mereka:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi…
فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ
maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu
وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang.
خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata"
(Al-Hajj: 11)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah hamba dinar (uang emas), celakalah hamba dirham (uang perak), celakalah hamba khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah hamba khamilah (ranjang yang empuk).”
إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
Jika diberi, dia senang, tetapi jika tidak diberi, dia marah. Celakalah dia dan tersungkurlah. Apabila terkena duri, semoga tidak dapat mencabutnya.
(HR Bukhaariy)
Sebagaimana firman Allah Ta’ala
وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat, jika mereka diberi sebagian darinya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta merta mereka menjadi marah”
[At-Taubah:58].
Janganlah kesempitan harta atau banyaknya masalah dunia, menjadikan kita putus asa terhadap rahmatNya
Allah berfirman perkataan Nabi Ya’qub:
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya; dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir
(Yusuf: 87)
Lihat perkara diatas adalah perkara duniawi, akan tetapi Nabi Ya’qub mewasiatkan anak-anaknya ketika berusaha (berikhtiar) mencari solusi problem duniawi untuk tidak berputus asa terhadap rahmatNya.
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.
وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Qadarullaah wa maasyaa’a fa’al [Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendakiNya pasti terjadi].’ Sesungguhnya perkataan (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”
[HR. Muslim)
Pelajarilah pula bagaimana beliau menghadapi banyaknya masalah dunia yang menimpa beliau:
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ . وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
Maka kesabaran yang baik (itulah kesabaranku) [ditafsirkan para ulamaa’: yaitu kesabaran yang tidak diiringi keluh kesah kepada manusia]; Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Ya’qub berkata: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…”
(Yusuf 18 dan 86)
Kebanyakan kita melihat kaum muslimin begitu cepatnya berputus asa, ketika Allah menguji mereka akan perkara dunia mereka. Hati mereka begitu sempit, dan mereka lupa akan luasnya rahmat Allah.
firmanNya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Hud: 6)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR. Muslim)
Apa yang Allah takdirkan ini tak ada yang bisa mengelaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan,
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“Engkau harus tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu dan sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu.”
(HR. Abu Daawud, shahih)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.”
(Al Fawaid, hal. 94)
Jadi, meskipun engkau berusaha sekuat tenaga pun, mendatangi dukun, atau melakuakn segala perkara haram, maka tidaklah apa yang akan engkau dapatkan kecuali apa yang sudah Allah takdirkan bagimu!
Rasuulullaah bersabda:
إِنَّ رُوحَ القُدُسِ نَفَثَ فيِ رَوْعِي أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا
“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) telah meniupkan wahyu ke dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak akan mati sehingga dia menyempurnakan ajalnya dan mengambil seluruh rezekinya.
فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فيِ الطَّلَبِ وَلاَ يَحْمِلَنَّ أَحَدَكُمْ اِسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ تَعَالىَ لاَ يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
Maka bertakwalah kepada Allah, dan carilah rezeki dengan baik. Dan jangan sampai anggapanmu akan lambatnya rezeki mendorongmu untuk mencarinya dengan maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan menaati-Nya.”
(Riwayat Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, Lihat Shahihul Jami’ no. 2085)
Bahkan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
من كانت الآخرة همه جعل الله غناه في قلبه وجمع له شمله وأتته الدنيا وهي راغمة
Barangsiapa yang impiannya adalah akhirat maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, dan Allah akan memudahkan urusannya, dan kenikmatan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk.
ومن كانت الدنيا همه جعل الله فقره بين عيينه وفرق عليه شمله ولم يأته من الدنيا إلا ما قدر له
Dan barangsiapa yang impiannya hanyalah dunia maka Allah akan menjadikan kefakiran di depan kedua matanya, dan Allah akan mempersulit urusannya, dan ia tidak akan mendapatkan kenikmatan dunia kecuali apa yang sudah ditakdirkan untuknya.
(at Tirmidziy dengan sanad yang Sahih)
Janganlah dengan diujiNya kita dengan penyakit yang berkepanjangan menjadikan kita putus asa terhadap rahmatNya
Demikian pula, contoh lainnya: seperti jika ditimpa penyakit yang berkepanjangan. Maka kita tidak boleh berputus asa dari rahmatNya! Apalagi sampai membunuh diri kita atau orang lain, karena tidak sabar menahan derita. Padahal Allah menjanjikan pahala yang besar kepada kita, apabila kita bersabar dalam menghadapi musibah tersebut, ikhlash karenaNya.
Lihatlah kesabaran nabi ayyub ketika beliau ditimpa penyakit yang berkepanjangan:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”.
(Shaad: 41)
Dan lihatlah bagaimana keyakinan al-Khaliil ibrahim ‘alayhis salaam, yang disebutkan dalam firmanNya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
"dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku"
(Ash-Shu’araa: 80)
dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata, “Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang sakit panas, aku meletakkan tanganku dan aku mendapati panasnya terasa hingga di atas selimut. Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah panasnya sakit yang menimpa dirimu.”
Beliau bersabda:
إِنَّا كَذَلِكَ يُضَعَّفُ لَنَا الْبَلَاءُ وَيُضَعَّفُ لَنَا الْأَجْرُ
“Sesungguhnya begitulah kita, ketika dilipat gandakan cobaan bagi kita maka akan dilipat gandakan pula pahalanya.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling keras cobaannya?”
beliau menjawab:
الْأَنْبِيَاءُ
“Para nabi.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, kemudian siapa?”
Beliau menjawab:
ثُمَّ الصَّالِحُونَ إِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُهُمْ إِلَّا الْعَبَاءَةَ يُحَوِّيهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالرَّخَاءِ
“Kemudian orang-orang shalih, salah seorang di antara mereka yang dicoba dengan kefakiran sehingga tidak menemukan kecuali mantel untuk dia pakai, dan ada salah seorang dari mereka yang senang dengan cobaan sebagaimana salah seorang dari kalian senang dengan kemewahan.”
(Shahiih; HR Ibnu Maajah, al Haakim, dan selainnya)
dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersama Abu Hurairah pernah mengunjungi orang sakit karena demam, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya;
أَبْشِرْ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ فِي الدُّنْيَا لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنْ النَّارِ فِي الْآخِرَةِ
“Berilah kabar gembira kepadanya bahwasanya Allah ‘azza wa jalla berfirman; “Api neraka-Ku Aku timpakan kepada hamba-Ku yang beriman di dunia sehingga bisa mengurangi bagiannya di akhirat.”
(Shahiih, dishahiihkan syaikh al Albaaniy dalam shahiihul jaami’ dan ash shahiihah)
Beliau juga bersabda:
اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ
‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-‘Ala`. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”
(Shahiih; HR Abu Dawud)
Beliau juga bersabda:
مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya.”
(HR. Al-Bukhariy dan Muslim dari ‘Aa-isyah)
Beliau juga bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.”
(HR. Al-Bukhariy; dari Abu Sa’id Al-Khudriy dan Abu Hurairah)
Tidakkah kita bergembira dengan hal ini? Tapi ingat, kita harus bertawakkal kepada Allah, yakni kita tidak mengharapkan sakit atau menyengajakan sakit (bahkan hal ini adalah bentuk kufur dari nikmat sehat yang sudah diberikanNya)! Tapi yang dimaksudkan adlaah ketika kita ditimpa sakit, hendaknya kita bersabar karena Allah, agar sekiranya cobaan tersebut dapat bernilai menjadi pahala; bahkan jika kita MARAH dari hal tersbeut (baik itu kemarahan hati, apalagi sampai diucapkan), maka akan mendapatkan kemarahan dari Allah pula!
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).”
(HR. At-Tirmidziy, lihat Silsilah Ash-Shahiihah)
Setelah kita tahu akan hal ini, maka janganlah kita berputus asa ketika ditimpa sakit atau bencana.. Apalagi kita mencari solusi yang sebenarnya polusi, seperti mendatangi dukun (untuk menyembuhkan penyakit), atau melakukan ritual-ritual kufur atau syirik lain!
Berkata salafush shalih:
“Sesungguhnya bersabar dalam kebenaran itu berat, namun indah akibatnya.
Dan jatuh kedalam kebathilan/kemungkaran itu ringan, namun buruk akibatnya.
Ketahuilah (bersabar dalam) meninggalkan dosa itu lebih ringan daripada berusaha bertaubat.
Dan sesungguhnya syaithan sangat pandai menipu manusia…
Ketika manusia sibuk dalam ketaatan, maka ia menipunya dengan berkata: “sesungguhnya engkau banyak beramal, dosa-dosamu telah diampuni”, hingga orang tersebut tertipu[2. Baca: Janganlah tertipu dengan amalmu], kemudian ia meremehkan dosa[3. Baca: Larangan merasa aman dari adzab Allah], kemudian ia mengamalkan dosa-dosa[4.
Ketika manusia tersebut jatuh kedalam dosa, maka ia berkata: “sesungguhnya dosa-dosamu sangat banyak dan sangat membinasakan, tiada harapan bagimu!” dan orang tersebut pun putus harapan.. mengira mustahil bagi dirinya mendapatkan ampunan Allah.. hingga akhirnya ia tidak bertaubat, bahkan terus berada dalam jurang kebinasaan..
Maka hendaknya mereka yang berada dalam ketaatan, tidak tertipu dengan ketaatannya, dan tidak meremehkan dosa, ketahuilah Allah Maha Keras AdzabNya! jika engkau memberanikan diri, maka engkau tidak tahu masa depanmu.. apakah engkau jamin engkau tetap hidup ketika sedang bermaksiat? apakah engkau jamin engkau tetap hidup setelah engkau jatuh ke dalamnya (sehingga engkau memiliki kesempatan untuk bertaubat)?
Dan hendaknya mereka yang jatuh kedalam maksiat, segera bertaubat kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat.. tidak ada yang mustahil bagi Allah, bahkan dosa kufur dan syirik pun akan diampunkanNya jika engkau jujur/benar dalam taubatmu…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“ Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat.”
(Shahih Jami’us Shaghir 4391)
Firman Allah:
أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al Maa-idah: 74)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat ini:
“Allah menyeru kepada orang yang mengklaim bahwa al-Masih (Nabi Isa) adalah Allah, orang yang mengklaim bahwa al-Masih adalah anak Allah, orang yang mengklaim bahwa Uzair adalah anak Allah, orang yang mengklaim bahwa Allah itu fakir, orang yang mengklaim bahwa Tangan Allah terbelenggu, dan orang yang mengklaim bahwa Allah adalah ketiga unsur dalam trinitas; agar (memohon ampun dan bertaubat) kepadaNya”
(Tafsir Ibnu Katsir)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
“Maksud ayat dari surat az-Zumar tersebut adalah larangan berputus asa dari rahmat Allah, meski dosa-dosa yang dilakukannya besar. Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk berputus asa dari rahmat Allah”
Bahkan untuk dosa syirik/kufur/nifaq sekalipun, karena Allåh berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar: 53).
Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan,
“Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141)
Ibnu al-Qayyim –rahimahullâh– berkata:
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia akan membukakan baginya pintu-pintu taubat, penyesalan, rasa bersalah, hina, membutuhkan, meminta pertolongan kepada-Nya, keinginan kembali kepada-Nya, rendah diri, berdoa, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan amal kebaikan. Dosa itu tidak menjadi sebab turun rahmat-Nya, hingga musuh Allah berkata: ‘Andai aku meninggalkannya dan tidak melakukannya’…”
Maka ketika diri kita terjatuh kedalam maksiat; maka janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah.. bertaubatlah kepadaNya dengan benar.. karena Allah pasti mengampuni orang-orang yang bertaubat (namun apakah taubat kita sudah kita lakukan dengan benar?!).. diantara orang yang putus asa terhadap rahmatNya adalah ia merasa bahwa dosa-dosa (yang sangat banyak, dan sangat besar) “sepertinya” sulit baginya untuk mendapatkan pengampunan Allah.. ini keliru, padahal Allah Maha Pengampun lagi Penerima Taubatnya orang-orang bertaubat..
Demikian pula, terhadap orang lain, yang jatuh kepada maksiat; janganlah menjadikannya putus asa dari rahmat Allah (meskipun kita pun mengingatkannya dari adzabNya).. kita pun ingatkan dirinya (sebagaimana kita mengingatkan diri kita sendiri) tentang hari akhir, dsb.. yang semoga dengan hal itu, ia meninggalkan perbuatan jeleknya, dan bertaubat kepadaNya..
Janganlah kita sampai putus asa dari rahmat Allah kepadanya, dengan berkata: “segala usaha sudah aku kerahkan.. kayanya ia tidak mungkin untuk bertaubat”.. ini adalah keputus-asaan.. jika benar bahwa kita mencintainya, maka kita akan berusaha dengan keras agar ia dapat bertaubat, tidak gampang menyerah.. ini membuktikan keputus-asaan kita akan rahmat Allah terhadap dirinya..
Jangan pula kita sampai berkata, “temanku (–yang masih muslim–) ini kayanya ahli neraka dan Allah tidak akan mengampuninya”.. ini perkataan yang berbahaya.. Darimana kita tahu bahwa dia ahli neraka? darimana kita tahu bahwa Allah tidak mengampuninya? apakah kita mendapatkan wahyu dari allah yang mengabarkan demikian?! benar, perbuatannya tersebut diancam nereka.. benar, bahwa Allah akan mengadzab orang yang berbuat demikian.. tapi apakah hal ini pasti berlaku pada setiap orang? tidak demikian..
– Bisa jadi Allah memberikan hidayah kepadaNya sebelum ia wafat, sehingga ia bertaubat.. dan ia mati dalam keadaan seluruh dosanya allah ampuni.. (inilah yang seharusnya yang senantiasa tertanam dalam diri kita, trhdp saudara kita, sehingga kita terus berusaha mengingatkannya dan menasehatinya dan tidak putus asa)
– kalaupun dia wafat dalam keadaan tidak bertaubat.. bukankah Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(An-Nisaa: 48)
Bukankah secara zhahir, dia mati tanpa membawa dosa kesyirikan?! Bukankah BISA JADI bahwa dia termasuk dalam ayat diatas “bagi siapa yagn dikehendakiNya”?!Maka jangan sampai lisan kita berkata perkataan yang sangat besar dan sangat parah ini..
Ketahuilah, dahulu.. ada dua orang dari bani israil, yang satunya shalih, yang satunya suka maksiat.. si shalih ini senantiasa menasehati si tukang maksiat.. teruus demikian, tapi ia tidak melihat adanya perubahan dari temannya ini, dan dengan marah ia berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu…” maka ketika di hari kiamat Allah mengumpulkan mereka berdua, dan berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِى يَتَأَلَّى عَلَىَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ فَإِنِّى قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
“Siapakah yang bersumpah atas (nama)Ku agar Aku tidak mengampuni si fulan ? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan menghapus semua pahala amalmu”
(HR al-Bukhariy)
Maka berhati-hatilah.. jangan sampai banyaknya maksiat yang kita perbuat, juga menjadikan kita putus asa dari rahmatNya.. jangan sampai pula rasa takut kita terhadap adzabNya menjadikan kita PUTUS ASA akan rahmatNya.. jangan sampai pula, rasa harap kita terhadap rahmatNya, menjadikan kita malah merasa aman dari adzabNya.. akan tetapi… takutlah akan adzabNya, dan jangan putus asa dari rahmatNya..
Allah berfirman:
فَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل رَّبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
Katakanlah: “Rabbmu mempunyai rahmat yang luas; dan siksa-Nya tidak dapat ditolak dari kaum yang berdosa”.
(Al-An’aam: 147)
Menurut AN. Ubaidy, Allah SWT melarang berputus asa, karena manusia bisa mudah tenggelam dalam keputusasaan apabila otaknya hanya digunakan untuk melihat kehidupan dari hal-hal yang nyata saja (materi dengan berbagai simbolnya, duniawi dengan berbagai maknanya).
Seseorang, tegas Ubaidy, juga akan mudah putus asa jika harapannya hanya digantungkan pada kenyataan hari ini, misalnya miskin, serba kurang, tidak punya resource, dan lain-lain. Karena itu, Al-Qur’an menyuruh bahwa hanya kepada Tuhanlah manusia menggantungkan harapan. Maksudnya, urai Ubaedy, yakinilah sunnatullah, yakinilah balasan Allah, jalankan perintah Allah, dan seterusnya. Itulah, kata Ubaedy, makna dari ayat wailaaa rabbika farghab (QS. Alam Nasyrah ayat 8)
Jadi, putus asa itu bukanlah sifat orang beriman. Bahwa semua orang yang terbukti sanggup meraih prestasi di bidangnya dengan serangkaian perjuangan yang dilakukannya, sebetulnya mereka telah beriman meski itu tidak ia katakan.
Wallohua'lam Bisshowab
"Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS. Yusuf ayat 87).
Firman-Nya:
"Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Az-Zumar ayat 53).
Oleh karenanya putus asa dari rahmat Allah, adalah salah satu dari dosa-dosa besar yang paling besar, sebagiamana dikatakan Ibnu Mas’uud radhiyallaahu ‘anhu:
الكبائر: الإشراك بالله ، والأمن من مكر الله ، والقنوط من رحمة الله ، واليأس من روح الله
“Dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap kelapangan dari Allah.”
(Hadis hasan sahih; diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)
A. PUTUS ASA DALAM MASALAH DUNIA
Allah berfirman:
وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ ۖ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ كَانَ يَئُوسًا
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.
(Al-Israa’: 83)
Allah juga berfirman:
وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ
Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.
(Ar-Ruum: 36)
Allah juga memfirmankan tentang mereka:
لَّا يَسْأَمُ الْإِنسَانُ مِن دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِن مَّسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ
Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِّنَّا مِن بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِن رُّجِعْتُ إِلَىٰ رَبِّي إِنَّ لِي عِندَهُ لَلْحُسْنَىٰ
Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”.
فلننبئن الذين كفروا بما عملوا ولنذيقنهم من عذاب غليظ
Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras.
(QS. Fushshilat: 49-50)
Allah juga berfirman:
وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa (atas apa yang sedang terjadi padanya, az) lagi kufur (ia lupa dan tidak berterima kasih atas rahmat yang dahulu diberikan padanya, az).
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي ۚ إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ
Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: “Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku”; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga…
Firman Allah SWT :
إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.
(Huud: 9-11)
Allah mengabarkan tentang manusia dan sifat-sifat tercela yang ada dalam diri mereka. Yaitu mereka yang jika bencana setelah mendapatkan nikmat, maka mereka berputus asa untuk mendapatkan kebaikan di masa yang akan datang, dan mereka KUFUR (ingkar) terhadap keadaan yang telah berlalu, seakan-akan mereka tidak pernah melihat kebaikan (sebelumnya) dan setelah itu mereka tidak mengharap untuk memperoleh keberuntungan…
Ketika Allah menguji mereka dengan cobaan, sehingga seakan-akan sebelumnya mereka LUPA atas nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka, mereka pun putus asa, dan KUFUR terhadap apa yang telah Allah berikan kepada mereka.
Hal ini seperti yang dikatakan dalam hadits:
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“…Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.”
Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab,
بِكُفْرِهِنَّ
“Disebabkan kekufuran mereka.”
Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?”
Beliau menjawab,
يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَََحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan inilah sikap orang-orang munaafiq, sebagaimana Allah berfirman tentang mereka:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi…
فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ
maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu
وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang.
خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ
"Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata"
(Al-Hajj: 11)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيصَةِ تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ
“Celakalah hamba dinar (uang emas), celakalah hamba dirham (uang perak), celakalah hamba khamishah (pakaian yang cantik) dan celakalah hamba khamilah (ranjang yang empuk).”
إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ
Jika diberi, dia senang, tetapi jika tidak diberi, dia marah. Celakalah dia dan tersungkurlah. Apabila terkena duri, semoga tidak dapat mencabutnya.
(HR Bukhaariy)
Sebagaimana firman Allah Ta’ala
وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat, jika mereka diberi sebagian darinya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian darinya, dengan serta merta mereka menjadi marah”
[At-Taubah:58].
Janganlah kesempitan harta atau banyaknya masalah dunia, menjadikan kita putus asa terhadap rahmatNya
Allah berfirman perkataan Nabi Ya’qub:
يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya; dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir
(Yusuf: 87)
Lihat perkara diatas adalah perkara duniawi, akan tetapi Nabi Ya’qub mewasiatkan anak-anaknya ketika berusaha (berikhtiar) mencari solusi problem duniawi untuk tidak berputus asa terhadap rahmatNya.
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.
وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Qadarullaah wa maasyaa’a fa’al [Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendakiNya pasti terjadi].’ Sesungguhnya perkataan (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”
[HR. Muslim)
Pelajarilah pula bagaimana beliau menghadapi banyaknya masalah dunia yang menimpa beliau:
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ . وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
Maka kesabaran yang baik (itulah kesabaranku) [ditafsirkan para ulamaa’: yaitu kesabaran yang tidak diiringi keluh kesah kepada manusia]; Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Ya’qub berkata: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku…”
(Yusuf 18 dan 86)
Kebanyakan kita melihat kaum muslimin begitu cepatnya berputus asa, ketika Allah menguji mereka akan perkara dunia mereka. Hati mereka begitu sempit, dan mereka lupa akan luasnya rahmat Allah.
firmanNya:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Hud: 6)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
(HR. Muslim)
Apa yang Allah takdirkan ini tak ada yang bisa mengelaknya. Dalam sebuah hadits disebutkan,
وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ
“Engkau harus tahu bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpamu, tidak mungkin luput darimu dan sesuatu yang ditakdirkan luput darimu, tidak mungkin menimpamu.”
(HR. Abu Daawud, shahih)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.”
(Al Fawaid, hal. 94)
Jadi, meskipun engkau berusaha sekuat tenaga pun, mendatangi dukun, atau melakuakn segala perkara haram, maka tidaklah apa yang akan engkau dapatkan kecuali apa yang sudah Allah takdirkan bagimu!
Rasuulullaah bersabda:
إِنَّ رُوحَ القُدُسِ نَفَثَ فيِ رَوْعِي أَنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ أَجَلَهَا وَتَسْتَوْعِبَ رِزْقَهَا
“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) telah meniupkan wahyu ke dalam hatiku, bahwa suatu jiwa tidak akan mati sehingga dia menyempurnakan ajalnya dan mengambil seluruh rezekinya.
فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوا فيِ الطَّلَبِ وَلاَ يَحْمِلَنَّ أَحَدَكُمْ اِسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ يَطْلُبَهُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَإِنَّ اللهَ تَعَالىَ لاَ يُنَالُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
Maka bertakwalah kepada Allah, dan carilah rezeki dengan baik. Dan jangan sampai anggapanmu akan lambatnya rezeki mendorongmu untuk mencarinya dengan maksiat kepada Allah. Karena sesungguhnya apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diraih kecuali dengan menaati-Nya.”
(Riwayat Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, Lihat Shahihul Jami’ no. 2085)
Bahkan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
من كانت الآخرة همه جعل الله غناه في قلبه وجمع له شمله وأتته الدنيا وهي راغمة
Barangsiapa yang impiannya adalah akhirat maka Allah akan menjadikan kekayaan dalam hatinya, dan Allah akan memudahkan urusannya, dan kenikmatan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk.
ومن كانت الدنيا همه جعل الله فقره بين عيينه وفرق عليه شمله ولم يأته من الدنيا إلا ما قدر له
Dan barangsiapa yang impiannya hanyalah dunia maka Allah akan menjadikan kefakiran di depan kedua matanya, dan Allah akan mempersulit urusannya, dan ia tidak akan mendapatkan kenikmatan dunia kecuali apa yang sudah ditakdirkan untuknya.
(at Tirmidziy dengan sanad yang Sahih)
Janganlah dengan diujiNya kita dengan penyakit yang berkepanjangan menjadikan kita putus asa terhadap rahmatNya
Demikian pula, contoh lainnya: seperti jika ditimpa penyakit yang berkepanjangan. Maka kita tidak boleh berputus asa dari rahmatNya! Apalagi sampai membunuh diri kita atau orang lain, karena tidak sabar menahan derita. Padahal Allah menjanjikan pahala yang besar kepada kita, apabila kita bersabar dalam menghadapi musibah tersebut, ikhlash karenaNya.
Lihatlah kesabaran nabi ayyub ketika beliau ditimpa penyakit yang berkepanjangan:
وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ
Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Rabb-nya: “Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan”.
(Shaad: 41)
Dan lihatlah bagaimana keyakinan al-Khaliil ibrahim ‘alayhis salaam, yang disebutkan dalam firmanNya:
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
"dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku"
(Ash-Shu’araa: 80)
dari Abu Sa’id Al Khudri dia berkata, “Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang sakit panas, aku meletakkan tanganku dan aku mendapati panasnya terasa hingga di atas selimut. Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah panasnya sakit yang menimpa dirimu.”
Beliau bersabda:
إِنَّا كَذَلِكَ يُضَعَّفُ لَنَا الْبَلَاءُ وَيُضَعَّفُ لَنَا الْأَجْرُ
“Sesungguhnya begitulah kita, ketika dilipat gandakan cobaan bagi kita maka akan dilipat gandakan pula pahalanya.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling keras cobaannya?”
beliau menjawab:
الْأَنْبِيَاءُ
“Para nabi.”
Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, kemudian siapa?”
Beliau menjawab:
ثُمَّ الصَّالِحُونَ إِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيُبْتَلَى بِالْفَقْرِ حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُهُمْ إِلَّا الْعَبَاءَةَ يُحَوِّيهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بِالرَّخَاءِ
“Kemudian orang-orang shalih, salah seorang di antara mereka yang dicoba dengan kefakiran sehingga tidak menemukan kecuali mantel untuk dia pakai, dan ada salah seorang dari mereka yang senang dengan cobaan sebagaimana salah seorang dari kalian senang dengan kemewahan.”
(Shahiih; HR Ibnu Maajah, al Haakim, dan selainnya)
dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersama Abu Hurairah pernah mengunjungi orang sakit karena demam, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya;
أَبْشِرْ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ نَارِي أُسَلِّطُهَا عَلَى عَبْدِي الْمُؤْمِنِ فِي الدُّنْيَا لِتَكُونَ حَظَّهُ مِنْ النَّارِ فِي الْآخِرَةِ
“Berilah kabar gembira kepadanya bahwasanya Allah ‘azza wa jalla berfirman; “Api neraka-Ku Aku timpakan kepada hamba-Ku yang beriman di dunia sehingga bisa mengurangi bagiannya di akhirat.”
(Shahiih, dishahiihkan syaikh al Albaaniy dalam shahiihul jaami’ dan ash shahiihah)
Beliau juga bersabda:
اَبْشِرِىْ يَا أُمِّ العَلاَءِ، فَإِنِّ مَرَضَ المُسْلِمِ يُذْ هِِبُ اللَّهُ بِهِ خَطَايَاهُ كَمَا تُذْ هِبُ النَّارُ خَببَثَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ
‘Gembirakanlah wahai Ummu Al-‘Ala`. Sesungguhnya sakitnya orang Muslim itu membuat Allah menghilangkan kesalahan-kesalahan, sebagaimana api yang menghilangkan kotoran emas dan perak”
(Shahiih; HR Abu Dawud)
Beliau juga bersabda:
مَا مِنْ مُصِيْبَةٍ تُصِيْبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali Allah akan hapuskan (dosanya) karena musibahnya tersebut, sampai pun duri yang menusuknya.”
(HR. Al-Bukhariy dan Muslim dari ‘Aa-isyah)
Beliau juga bersabda:
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa keletihan/kelelahan, sakit, sedih, duka, gangguan ataupun gundah gulana sampai pun duri yang menusuknya kecuali Allah akan hapuskan dengannya kesalahan-kesalahannya.”
(HR. Al-Bukhariy; dari Abu Sa’id Al-Khudriy dan Abu Hurairah)
Tidakkah kita bergembira dengan hal ini? Tapi ingat, kita harus bertawakkal kepada Allah, yakni kita tidak mengharapkan sakit atau menyengajakan sakit (bahkan hal ini adalah bentuk kufur dari nikmat sehat yang sudah diberikanNya)! Tapi yang dimaksudkan adlaah ketika kita ditimpa sakit, hendaknya kita bersabar karena Allah, agar sekiranya cobaan tersebut dapat bernilai menjadi pahala; bahkan jika kita MARAH dari hal tersbeut (baik itu kemarahan hati, apalagi sampai diucapkan), maka akan mendapatkan kemarahan dari Allah pula!
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).”
(HR. At-Tirmidziy, lihat Silsilah Ash-Shahiihah)
Setelah kita tahu akan hal ini, maka janganlah kita berputus asa ketika ditimpa sakit atau bencana.. Apalagi kita mencari solusi yang sebenarnya polusi, seperti mendatangi dukun (untuk menyembuhkan penyakit), atau melakukan ritual-ritual kufur atau syirik lain!
B. BERPUTUS ASA APABILA JATUH KEDALAM MAKSIAT
Berkata salafush shalih:
“Sesungguhnya bersabar dalam kebenaran itu berat, namun indah akibatnya.
Dan jatuh kedalam kebathilan/kemungkaran itu ringan, namun buruk akibatnya.
Ketahuilah (bersabar dalam) meninggalkan dosa itu lebih ringan daripada berusaha bertaubat.
Dan sesungguhnya syaithan sangat pandai menipu manusia…
Ketika manusia sibuk dalam ketaatan, maka ia menipunya dengan berkata: “sesungguhnya engkau banyak beramal, dosa-dosamu telah diampuni”, hingga orang tersebut tertipu[2. Baca: Janganlah tertipu dengan amalmu], kemudian ia meremehkan dosa[3. Baca: Larangan merasa aman dari adzab Allah], kemudian ia mengamalkan dosa-dosa[4.
Ketika manusia tersebut jatuh kedalam dosa, maka ia berkata: “sesungguhnya dosa-dosamu sangat banyak dan sangat membinasakan, tiada harapan bagimu!” dan orang tersebut pun putus harapan.. mengira mustahil bagi dirinya mendapatkan ampunan Allah.. hingga akhirnya ia tidak bertaubat, bahkan terus berada dalam jurang kebinasaan..
Maka hendaknya mereka yang berada dalam ketaatan, tidak tertipu dengan ketaatannya, dan tidak meremehkan dosa, ketahuilah Allah Maha Keras AdzabNya! jika engkau memberanikan diri, maka engkau tidak tahu masa depanmu.. apakah engkau jamin engkau tetap hidup ketika sedang bermaksiat? apakah engkau jamin engkau tetap hidup setelah engkau jatuh ke dalamnya (sehingga engkau memiliki kesempatan untuk bertaubat)?
Dan hendaknya mereka yang jatuh kedalam maksiat, segera bertaubat kepada Allah, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima taubat.. tidak ada yang mustahil bagi Allah, bahkan dosa kufur dan syirik pun akan diampunkanNya jika engkau jujur/benar dalam taubatmu…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“ Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat.”
(Shahih Jami’us Shaghir 4391)
Firman Allah:
أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Al Maa-idah: 74)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan ayat ini:
“Allah menyeru kepada orang yang mengklaim bahwa al-Masih (Nabi Isa) adalah Allah, orang yang mengklaim bahwa al-Masih adalah anak Allah, orang yang mengklaim bahwa Uzair adalah anak Allah, orang yang mengklaim bahwa Allah itu fakir, orang yang mengklaim bahwa Tangan Allah terbelenggu, dan orang yang mengklaim bahwa Allah adalah ketiga unsur dalam trinitas; agar (memohon ampun dan bertaubat) kepadaNya”
(Tafsir Ibnu Katsir)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
“Maksud ayat dari surat az-Zumar tersebut adalah larangan berputus asa dari rahmat Allah, meski dosa-dosa yang dilakukannya besar. Tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk berputus asa dari rahmat Allah”
Bahkan untuk dosa syirik/kufur/nifaq sekalipun, karena Allåh berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az Zumar: 53).
Ketika menjelaskan surat Az Zumar ayat 53 di atas, Ibnu Abbas mengatakan,
“Barangsiapa yang membuat seorang hamba berputus asa dari taubat setelah turunnya ayat ini, maka ia berarti telah menentang Kitabullah ‘azza wa jalla. Akan tetapi seorang hamba tidak mampu untuk bertaubat sampai Allah memberi taufik padanya untuk bertaubat.”
(Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/141)
Ibnu al-Qayyim –rahimahullâh– berkata:
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia akan membukakan baginya pintu-pintu taubat, penyesalan, rasa bersalah, hina, membutuhkan, meminta pertolongan kepada-Nya, keinginan kembali kepada-Nya, rendah diri, berdoa, dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan amal kebaikan. Dosa itu tidak menjadi sebab turun rahmat-Nya, hingga musuh Allah berkata: ‘Andai aku meninggalkannya dan tidak melakukannya’…”
Maka ketika diri kita terjatuh kedalam maksiat; maka janganlah berputus asa terhadap rahmat Allah.. bertaubatlah kepadaNya dengan benar.. karena Allah pasti mengampuni orang-orang yang bertaubat (namun apakah taubat kita sudah kita lakukan dengan benar?!).. diantara orang yang putus asa terhadap rahmatNya adalah ia merasa bahwa dosa-dosa (yang sangat banyak, dan sangat besar) “sepertinya” sulit baginya untuk mendapatkan pengampunan Allah.. ini keliru, padahal Allah Maha Pengampun lagi Penerima Taubatnya orang-orang bertaubat..
Demikian pula, terhadap orang lain, yang jatuh kepada maksiat; janganlah menjadikannya putus asa dari rahmat Allah (meskipun kita pun mengingatkannya dari adzabNya).. kita pun ingatkan dirinya (sebagaimana kita mengingatkan diri kita sendiri) tentang hari akhir, dsb.. yang semoga dengan hal itu, ia meninggalkan perbuatan jeleknya, dan bertaubat kepadaNya..
Janganlah kita sampai putus asa dari rahmat Allah kepadanya, dengan berkata: “segala usaha sudah aku kerahkan.. kayanya ia tidak mungkin untuk bertaubat”.. ini adalah keputus-asaan.. jika benar bahwa kita mencintainya, maka kita akan berusaha dengan keras agar ia dapat bertaubat, tidak gampang menyerah.. ini membuktikan keputus-asaan kita akan rahmat Allah terhadap dirinya..
Jangan pula kita sampai berkata, “temanku (–yang masih muslim–) ini kayanya ahli neraka dan Allah tidak akan mengampuninya”.. ini perkataan yang berbahaya.. Darimana kita tahu bahwa dia ahli neraka? darimana kita tahu bahwa Allah tidak mengampuninya? apakah kita mendapatkan wahyu dari allah yang mengabarkan demikian?! benar, perbuatannya tersebut diancam nereka.. benar, bahwa Allah akan mengadzab orang yang berbuat demikian.. tapi apakah hal ini pasti berlaku pada setiap orang? tidak demikian..
– Bisa jadi Allah memberikan hidayah kepadaNya sebelum ia wafat, sehingga ia bertaubat.. dan ia mati dalam keadaan seluruh dosanya allah ampuni.. (inilah yang seharusnya yang senantiasa tertanam dalam diri kita, trhdp saudara kita, sehingga kita terus berusaha mengingatkannya dan menasehatinya dan tidak putus asa)
– kalaupun dia wafat dalam keadaan tidak bertaubat.. bukankah Allah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَىٰ إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
(An-Nisaa: 48)
Bukankah secara zhahir, dia mati tanpa membawa dosa kesyirikan?! Bukankah BISA JADI bahwa dia termasuk dalam ayat diatas “bagi siapa yagn dikehendakiNya”?!Maka jangan sampai lisan kita berkata perkataan yang sangat besar dan sangat parah ini..
Ketahuilah, dahulu.. ada dua orang dari bani israil, yang satunya shalih, yang satunya suka maksiat.. si shalih ini senantiasa menasehati si tukang maksiat.. teruus demikian, tapi ia tidak melihat adanya perubahan dari temannya ini, dan dengan marah ia berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu…” maka ketika di hari kiamat Allah mengumpulkan mereka berdua, dan berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِى يَتَأَلَّى عَلَىَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ فَإِنِّى قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ
“Siapakah yang bersumpah atas (nama)Ku agar Aku tidak mengampuni si fulan ? Sesungguhnya Aku telah mengampuninya dan menghapus semua pahala amalmu”
(HR al-Bukhariy)
Maka berhati-hatilah.. jangan sampai banyaknya maksiat yang kita perbuat, juga menjadikan kita putus asa dari rahmatNya.. jangan sampai pula rasa takut kita terhadap adzabNya menjadikan kita PUTUS ASA akan rahmatNya.. jangan sampai pula, rasa harap kita terhadap rahmatNya, menjadikan kita malah merasa aman dari adzabNya.. akan tetapi… takutlah akan adzabNya, dan jangan putus asa dari rahmatNya..
Allah berfirman:
فَإِن كَذَّبُوكَ فَقُل رَّبُّكُمْ ذُو رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ وَلَا يُرَدُّ بَأْسُهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
Katakanlah: “Rabbmu mempunyai rahmat yang luas; dan siksa-Nya tidak dapat ditolak dari kaum yang berdosa”.
(Al-An’aam: 147)
Menurut AN. Ubaidy, Allah SWT melarang berputus asa, karena manusia bisa mudah tenggelam dalam keputusasaan apabila otaknya hanya digunakan untuk melihat kehidupan dari hal-hal yang nyata saja (materi dengan berbagai simbolnya, duniawi dengan berbagai maknanya).
Seseorang, tegas Ubaidy, juga akan mudah putus asa jika harapannya hanya digantungkan pada kenyataan hari ini, misalnya miskin, serba kurang, tidak punya resource, dan lain-lain. Karena itu, Al-Qur’an menyuruh bahwa hanya kepada Tuhanlah manusia menggantungkan harapan. Maksudnya, urai Ubaedy, yakinilah sunnatullah, yakinilah balasan Allah, jalankan perintah Allah, dan seterusnya. Itulah, kata Ubaedy, makna dari ayat wailaaa rabbika farghab (QS. Alam Nasyrah ayat 8)
Jadi, putus asa itu bukanlah sifat orang beriman. Bahwa semua orang yang terbukti sanggup meraih prestasi di bidangnya dengan serangkaian perjuangan yang dilakukannya, sebetulnya mereka telah beriman meski itu tidak ia katakan.
Wallohua'lam Bisshowab
Belum ada Komentar untuk "Dosa Besar Putus Asa yang dilarang Dalam Al-Qur'an dan Hadits"
Posting Komentar