Inilah Daftar 7 Gereja Tertua di Indonesia
Selasa, 10 April 2018
Tambah Komentar
Berikut ini adalah Daftar Gereja Tertua di Indonesia :
1. Gereja Katedral Jakarta
(Nama resmi: Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.
Pada malam natal, 24 Desember 2000, Gereja ini menjadi salah satu lokasi yang terkena serangan ledakan bom.
2. Gereja Katedral Bogor
Awalnya merupakan sebuah gereja Paroki Bogor yang termasuk dalam wilayah Prefektur Apostolik Sukabumi. Bersamaan dengan berubahnya status Prefektur Apostolik Sukabumi menjadi Keuskupan dengan nama Keuskupan Bogor. Gereja Paroki Bogor kemudian dijadikan sebagai Gereja Katedral Keuskupan Bogor.
3. Gereja Katedral Bandung
Katedral Santo Petrus, adalah sebuah gereja yang terletak di Jalan Merdeka, Bandung, Indonesia. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Charles Proper Wolff Schoemaker dan bergaya arsitektur neo-Gothic akhir. Dilihat dari atas, bentuknya menyerupai salib yang simetris. Katedral Santo Petrus mempunyai luas tanah sebesar 2.385 m² dan luas bangunan sebesar 785 m².
Gerejanya sendiri diberi nama St. Franciscus Regis pada tanggal 16 Juni 1895. Setelah Bandung memperoleh status gemeente (setingkat kotamadya) pada 1906, diputuskan untuk membangun bangunan gereja baru. Pembangunan bangunan yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Katedral ini lalu diberkati pada 19 Februari 1922 oleh Mgr. E. Luypen.
4. Gereja Immanuel Jakarta
Gereja Immanuel awalnya adalah gereja yang dibangun atas dasar kesepakatan antara umat Reformasi dan Umat Lutheran di Batavia.
Pembangunannya dimulai tahun 1834 dengan mengikuti hasil rancangan J.H. Horst. Pada 24 Agustus 1835, batu pertama diletakkan. Empat tahun kemudian, 24 Agustus 1839, pembangunan berhasil diselesaikan.
Bersamaan dengan itu gedung ini diresmikan menjadi gereja untuk menghormati Raja Willem I, raja Belanda pada periode 1813-1840. Pada gedung gereja dicantumkan nama WILLEMSKERK.
Gereja bergaya klasisisme itu bercorak bundar di atas fondasi tiga meter. Bagian depan menghadap Stasiun Gambir. Di bagian ini terlihat jelas serambi persegi empat dengan pilar-pilar paladian yang menopang balok mendatar. Paladinisme adalah gaya klasisisme abad ke-18 di Inggris yang menekan simetri dan perbandingan harmonis.
Serambi-serambi di bagian utara dan selatan mengikuti bentuk bundar gereja dengan membentuk dua bundaran konsentrik, yang mengelilingi ruang ibadah. Lewat konstruksi kubah yang cermat, sinar matahari dapat menerangi seluruh ruangan dengan merata. Menara bundar atau lantern yang pendek di atas kubah dihiasi plesteran bunga teratai dengan enam helai daun, simbol Mesir untuk dewi cahaya.
Orgel yang dipakai berangka tahun 1843, hasil buatan J. Datz di negeri Belanda. Sebelum organ terpasang, sebuah band tampil sebagai pengiring perayaan ibadah. Pada 1985, orgel ini dibongkar dan dibersihkan sehingga sampai kini dapat berfungsi dengan baik.
5. Gereja Sion Jakarta
Gereja Sion dikenal juga dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis berada di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya. Bangunan gereja ini memiliki kemegahan arsitektur serta daya tahan yang kokoh. Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis selesai dibangun pada 1695.
Peresmian Gedung gereja dilakukan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695 dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas. Pembangunan fisik memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertama dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693.
Cerita lengkap pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding gereja.
Gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta yang masih dipakai untuk tujuan semula seperti saat awal didirikan. Rumah ibadah ini masih memiliki sebagian besar perabot yang sama juga. Gereja ini pernah dipugar pada 1920 dan sekali lagi pada 1978. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah lewat SK Gubernur DKI Jakarta CB/11/1/12/1972.
6. Gereja Tugu Jakarta Utara
Gereja Tugu adalah salah satu gereja tertua di Indonesia terletak di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Secara pasti tidak diketahui kapan mulai dibangun, tetapi para ahli sejarah menyimpulkan sekitar tahun 1676-1678, bersamaan dengan dibukanya sebuah sekolah rakyat pertama di Indonesia oleh Melchior Leydecker.
Pada tahun 1737 Gereja Tugu dilakukan renovasi yang pertama dibawah pimpinan pendeta Van De Tydt, dibantu oleh seorang pendeta keturunan Portugis kelahiran Lisabon yaitu Ferreira d’Almeida dan orang-orang Mardijkers.
Pada tahun 1740 gereja Tugu hancur, bersamaan dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Tionghoa (Cina Onlusten) dan pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia, pada masa Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier yang berkuasa di Batavia pada tahun 1737–1741.
Kemudian pada tahun 1744 atas bantuan seorang tuan tanah Justinus Vinck gereja ini dibangun kembali, dan baru selesai pada 29 Juli 1747 yang kemudian diresmikan pada tanggal 27 Juli 1748 oleh pendeta J.M. Mohr.
Sampai saat ini gereja tersebut masih berdiri dan berfungsi sebagai “GPIB Tugu”, walaupun di berbagai sudut sudah banyak yang harus diperbaiki karena faktor usia. Gereja ini tampak sederhana tetapi tampak kokoh dan rapi, dengan berisi bangku diakon antik, piring-piring logam, dan mimbar tua. Lonceng yang ada di gereja tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1880, karena lonceng paling tua yang dibuat 1747 sudah rusak dan disimpan di rumah pendeta di sana.
7. GPIB Pniel Pasar Baru, Jakarta Pusat
Gereja ini sering disebut dengan Gereja Ayam, merupakan sebuah gereja peninggalan zaman kolonial di Indonesia. Arsitektur gereja ini dirancang oleh Ed Cuypers dan Hulswit. Gereja ini dibangun antara 1913 dan 1915 dan mulanya diberi nama Gereja Baru. Julukan Gereja Ayam diberikan karena di atap gereja ini diletakkan sebuah petunjuk arah angin yang dibuat berbentuk ayam.
Gedung gereja yang ada sekarang sudah merupakan perluasan dari bangunan yang asli yang pertama kali didirikan pada 1850, yang saat itu masih merupakan sebuah kapel kecil. Arsitek Cuypers dan Hulswit memugarnya dengan menggunakan perpaduan gaya Italia dan Portugis dan memperluasnya sehingga dapat menampung hingga 1.500 orang.
Hingga kini interior bangunan kuno ini masih bertahan sejak masa hampir satu abad yang lalu. Kursi, mimbar dan perlengkapan lainnya yang terbut dari jati masih tetap dipertahankan sejak masa Belanda, meskipun orgel pipanya sudah diganti pada awal 1990-an. Sebuah Alkitab besar berbahasa Belanda dari 1855 diletakkan di atas mimbar gereja itu. Karena dimakan zaman, Alkitab ini pun sudah rapuh dan mudah robek.
Sumber : Sejarahri.com
1. Gereja Katedral Jakarta
(Nama resmi: Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta. Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gotik dari Eropa, yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.
Pada malam natal, 24 Desember 2000, Gereja ini menjadi salah satu lokasi yang terkena serangan ledakan bom.
2. Gereja Katedral Bogor
Awalnya merupakan sebuah gereja Paroki Bogor yang termasuk dalam wilayah Prefektur Apostolik Sukabumi. Bersamaan dengan berubahnya status Prefektur Apostolik Sukabumi menjadi Keuskupan dengan nama Keuskupan Bogor. Gereja Paroki Bogor kemudian dijadikan sebagai Gereja Katedral Keuskupan Bogor.
3. Gereja Katedral Bandung
Katedral Santo Petrus, adalah sebuah gereja yang terletak di Jalan Merdeka, Bandung, Indonesia. Bangunan ini dirancang oleh Ir. Charles Proper Wolff Schoemaker dan bergaya arsitektur neo-Gothic akhir. Dilihat dari atas, bentuknya menyerupai salib yang simetris. Katedral Santo Petrus mempunyai luas tanah sebesar 2.385 m² dan luas bangunan sebesar 785 m².
Gerejanya sendiri diberi nama St. Franciscus Regis pada tanggal 16 Juni 1895. Setelah Bandung memperoleh status gemeente (setingkat kotamadya) pada 1906, diputuskan untuk membangun bangunan gereja baru. Pembangunan bangunan yang baru dilaksanakan sepanjang tahun 1921. Katedral ini lalu diberkati pada 19 Februari 1922 oleh Mgr. E. Luypen.
4. Gereja Immanuel Jakarta
Gereja Immanuel awalnya adalah gereja yang dibangun atas dasar kesepakatan antara umat Reformasi dan Umat Lutheran di Batavia.
Pembangunannya dimulai tahun 1834 dengan mengikuti hasil rancangan J.H. Horst. Pada 24 Agustus 1835, batu pertama diletakkan. Empat tahun kemudian, 24 Agustus 1839, pembangunan berhasil diselesaikan.
Bersamaan dengan itu gedung ini diresmikan menjadi gereja untuk menghormati Raja Willem I, raja Belanda pada periode 1813-1840. Pada gedung gereja dicantumkan nama WILLEMSKERK.
Gereja bergaya klasisisme itu bercorak bundar di atas fondasi tiga meter. Bagian depan menghadap Stasiun Gambir. Di bagian ini terlihat jelas serambi persegi empat dengan pilar-pilar paladian yang menopang balok mendatar. Paladinisme adalah gaya klasisisme abad ke-18 di Inggris yang menekan simetri dan perbandingan harmonis.
Serambi-serambi di bagian utara dan selatan mengikuti bentuk bundar gereja dengan membentuk dua bundaran konsentrik, yang mengelilingi ruang ibadah. Lewat konstruksi kubah yang cermat, sinar matahari dapat menerangi seluruh ruangan dengan merata. Menara bundar atau lantern yang pendek di atas kubah dihiasi plesteran bunga teratai dengan enam helai daun, simbol Mesir untuk dewi cahaya.
Orgel yang dipakai berangka tahun 1843, hasil buatan J. Datz di negeri Belanda. Sebelum organ terpasang, sebuah band tampil sebagai pengiring perayaan ibadah. Pada 1985, orgel ini dibongkar dan dibersihkan sehingga sampai kini dapat berfungsi dengan baik.
5. Gereja Sion Jakarta
Gereja Sion dikenal juga dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis berada di sudut Jalan Pangeran Jayakarta dan Mangga Dua Raya. Bangunan gereja ini memiliki kemegahan arsitektur serta daya tahan yang kokoh. Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis selesai dibangun pada 1695.
Peresmian Gedung gereja dilakukan pada hari Minggu, 23 Oktober 1695 dengan pemberkatan oleh Pendeta Theodorus Zas. Pembangunan fisik memakan waktu sekitar dua tahun. Peletakan batu pertama dilakukan Pieter van Hoorn pada 19 Oktober 1693.
Cerita lengkap pemberkatan gereja ini tertulis dalam bahasa Belanda pada sebuah papan peringatan. Sampai sekarang, masih bisa dilihat di dinding gereja.
Gereja ini merupakan gedung tertua di Jakarta yang masih dipakai untuk tujuan semula seperti saat awal didirikan. Rumah ibadah ini masih memiliki sebagian besar perabot yang sama juga. Gereja ini pernah dipugar pada 1920 dan sekali lagi pada 1978. Bangunan gereja ini dilindungi oleh pemerintah lewat SK Gubernur DKI Jakarta CB/11/1/12/1972.
6. Gereja Tugu Jakarta Utara
Gereja Tugu adalah salah satu gereja tertua di Indonesia terletak di Kampung Tugu, Jakarta Utara. Secara pasti tidak diketahui kapan mulai dibangun, tetapi para ahli sejarah menyimpulkan sekitar tahun 1676-1678, bersamaan dengan dibukanya sebuah sekolah rakyat pertama di Indonesia oleh Melchior Leydecker.
Pada tahun 1737 Gereja Tugu dilakukan renovasi yang pertama dibawah pimpinan pendeta Van De Tydt, dibantu oleh seorang pendeta keturunan Portugis kelahiran Lisabon yaitu Ferreira d’Almeida dan orang-orang Mardijkers.
Pada tahun 1740 gereja Tugu hancur, bersamaan dengan terjadinya peristiwa Pemberontakan Tionghoa (Cina Onlusten) dan pembantaian orang-orang Tionghoa di Batavia, pada masa Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier yang berkuasa di Batavia pada tahun 1737–1741.
Kemudian pada tahun 1744 atas bantuan seorang tuan tanah Justinus Vinck gereja ini dibangun kembali, dan baru selesai pada 29 Juli 1747 yang kemudian diresmikan pada tanggal 27 Juli 1748 oleh pendeta J.M. Mohr.
Sampai saat ini gereja tersebut masih berdiri dan berfungsi sebagai “GPIB Tugu”, walaupun di berbagai sudut sudah banyak yang harus diperbaiki karena faktor usia. Gereja ini tampak sederhana tetapi tampak kokoh dan rapi, dengan berisi bangku diakon antik, piring-piring logam, dan mimbar tua. Lonceng yang ada di gereja tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 1880, karena lonceng paling tua yang dibuat 1747 sudah rusak dan disimpan di rumah pendeta di sana.
7. GPIB Pniel Pasar Baru, Jakarta Pusat
Gereja ini sering disebut dengan Gereja Ayam, merupakan sebuah gereja peninggalan zaman kolonial di Indonesia. Arsitektur gereja ini dirancang oleh Ed Cuypers dan Hulswit. Gereja ini dibangun antara 1913 dan 1915 dan mulanya diberi nama Gereja Baru. Julukan Gereja Ayam diberikan karena di atap gereja ini diletakkan sebuah petunjuk arah angin yang dibuat berbentuk ayam.
Gedung gereja yang ada sekarang sudah merupakan perluasan dari bangunan yang asli yang pertama kali didirikan pada 1850, yang saat itu masih merupakan sebuah kapel kecil. Arsitek Cuypers dan Hulswit memugarnya dengan menggunakan perpaduan gaya Italia dan Portugis dan memperluasnya sehingga dapat menampung hingga 1.500 orang.
Hingga kini interior bangunan kuno ini masih bertahan sejak masa hampir satu abad yang lalu. Kursi, mimbar dan perlengkapan lainnya yang terbut dari jati masih tetap dipertahankan sejak masa Belanda, meskipun orgel pipanya sudah diganti pada awal 1990-an. Sebuah Alkitab besar berbahasa Belanda dari 1855 diletakkan di atas mimbar gereja itu. Karena dimakan zaman, Alkitab ini pun sudah rapuh dan mudah robek.
Sumber : Sejarahri.com
Belum ada Komentar untuk "Inilah Daftar 7 Gereja Tertua di Indonesia"
Posting Komentar