Sejarah Asal Usul Kabupaten dan Kota Serang, Provinsi Banten
Selasa, 24 April 2018
Tambah Komentar
Kabupaten Serang merupakan salah satukabupaten di Provinsi Banten. Ibukotanya adalah Ciruas namun saat ini pusat pemerintahanya masih berada di Kota Serang.
Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di utara, Kabupaten Tangerang di timur, Kabupaten Lebak di selatan, serta Kota Cilegon di barat.
AWAL MULA TERBENTUKNYA KABUPATEN SERANG
Banten Lama yang terletak di Teluk Banten dulunya merupakan pusat Kesultanan Banten. Kawasan ini merupakan tempat di mana kapal-kapal Belanda mendarat untuk pertama kalinya di Indonesia. Di daerah ini terdapat 2 situs sejarah religius yang berdampingan, yaitu Masjid Agung dan Vihara Avalokitesvara.
Beberapa harta karun dari China ditemukan di daerah Banten Lama, berupa Patung Giok berbentuk naga yang cukup besar serta beberapa perabot mewah dari bahan yang sama. Keberadaan benda-benda yang sangat bernilai tersebut ternyata luput dari perhatian pemerintah lokal, dan konon masih dimiliki oleh sang penemu harta tersebut.
Sejarah Kabupaten Serang tidak terlepas dari sejarah Banten pada umumnya, karena Kabupaten Serang merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten yang berdiri pada abad ke-16 dengan pusat pemerintahannya terletak di Serang (sekarang menjadi bagian wilayah Kota Serang).
Sebelum abad ke XVI, berita-berita tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah, konon pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda, penguasa Banten pada saat itu adalah Prabu Pucuk Umum, Putera dari Prabu Sidaraja Pajajaran.
Adapun pusat Pemerintahannya bertempat di Banten Girang (±3 Km di Selatan Kota Serang) pada abad ke VI, Islam mulai masuk ke Banten di bawa oleh sunan Gunung Jatiatau Syech Syarifudin Hidayatullah yang secara berangsur-angsur mengembangkan Agama Islam di Banten dan sekitarnya serta dapat menaklukan pemerintahan Prabu Pucuk Umum (Tahun 1524-1525 M).
Selanjutnya Beliau mendirikan Kerajaan/Kesultanan Islam di Banten dengan mengangkat puteranya bernama Maulana Hasanuddin menjadi Raja / Sultan Banten yang pertama yang berkuasa ± 18 tahun (Tahun 1552-1570 M). Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan Banten lama (Banten lor) yang terletak ± 10 Km di sebelah Utara Kota Serang.
Adipati Surosowan mempunyai seorang puteri bernama Kawung Anten yang kemudian diperistri oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dari Cirebon. Dari pasangan ini terlahir seorang anak laki-laki bernama Sabakingking.
Sebagai putra Sunan Gunung Jati, Sabakingking mewarisi kepandaian ilmu agama Islam dan ahli dalam memerintah sebuah kerajaan. Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingkingmendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama.
Atas prakarsa Syarif Hidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pasisir. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang meng-Islam-kan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.
Pada masa Sultan Hasanuddin telah dibangun sebuah keraton sebagai istana kesultanan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus merupakan pusat kota yaitu Keraton Surosowan.
Keraton ini dibangun sekitar tahun 1552-1570, dan konon dikemudian hari melibatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel (1680–1681), yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare.
Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan fondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Setelah Sultan Hasanuddin wafat (Tahun 1570), digantikan oleh puteranya yang bernama Maulana Yusuf sebagai Raja Banten yang kedua (Tahun 1570-1580 M) dan selanjutnya diganti oleh Raja / Sultan yang ketiga, keempat dan seterusnya sampai dengan terakhir Sultan yang ke 21 (Dua Puluh Satu) yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang berkuasa pada Tahun 1809 sampai dengan 1816. Jadi periode Kesultanan/Kerajaan Islam di Banten berjalan selama kurun waktu ± 264 Tahun yaitu dari Tahun 1552 s/d 1816.
Pada zaman Kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, terutamma pada akhir abad ke XVI (Juni 1596), dimana orang-orang Belanda datang untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten dibawah pimpinan Cornelis De Houtman dengan maksud untuk berdagang.
Namun sikap yang congkak dari orang-orang Belanda tidak menarik simpati dari Pemerintah dan Rakyat Banten saat itu, sehingga sering timbul ketegangan diantara masyarakat Banten dengan orang-orang Belanda.
Pada saat tersebut, Sultan yang bertahta di Banten adalah Sultan yang ke IV yaitu Sultan Abdul Mufakir Muhammad Abdul Kadir yang waktu itu masih belum dewasa/bayi, sedang yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jayanegara yang wafat kemudian pada tahun 1602 dan diganti oleh saudaranya yaitu Yudha Nagara.
Pada Tahun 1608 Pangeran Ramananggala diangkat sebagai Patih Mangkubumi. Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari Tahun 1624 s/d Tahun 1651 dengan R amanggala sebagai Patih dan Penasehat Utamanya.
Sultan Banten yang ke VI adalah Sultan Abdul Fatah cucu Sultan ke V yang terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa yang memegang tampuk pemerintahan dari Tahun 1651 sampai dengan 1680 (±selama 30 Tahun). Pada masa pemerintahannya Bidang Politik, Perekonomian, Perdagangan, Pelayaran maupun Kebudayaan berkembang maju dengan pesat.
Demikian pula kegigihan dalam menetang Kompeni Belanda. Atas kepahlawanannya dalam perjuangan menentang Kompeni Belanda, maka berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Sultan Ageng Tirtayasa dianugrahi kehormatan predikt sebagai Pahlawan Nasional.
Pada waktu berkuasanya Sultan Ke VI ini, sering terjadi bentrokan dan peperangan dengan para Kompeni Belanda yang pada waktu itu telah berkuasa di Jakarta. Dengan cara Politik Adu Domba (Devide Et Impera) terutama dilakukan antara Sultan Ageng Tirtayasa yang anti Kompeni dengan puteranya Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) yang pro Kompeni Belanda dapat melumpuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tidak berdaya dan menyingkir ke pedalaman, namun dengan bujukan Sultan Haji, Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap kemudian ditahan dan dipenjarakan di Batavia hingga wafatnya pada tahun 1692. Namun sekalipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah wafat, perjuangan melawan Belanda terus berkobar dan dilanjutkan oleh pengikutnya yang setia dengan gigih dan pantang menyerah.
Sejak wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka kesultanan Banten mulai mundur (suram), karena para Sultan berikutnya sudah mulai terpengaruh oleh kompeni Belanda sehingga pemerintahannya mulai labil dan lemah.
Pada Tahun 1816 Kompeni Belanda dibawah pimpinan Gubernur Vander Ca pellen datang ke Banten dan mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin. Belanda membagi wilayah menjadi tiga bagian/negeri yaitu Serang, Lebak dan Caringin dengan kepala negerinya disebut Regent (Bupati), sebagai Bupati pertama untuk Serang diangkat Pangeran Aria Adi Santika dengan pusat pemerintahannya tetap bertempat di keraton Kaibon.
Pada tanggal 3 Maret 1942, Tentara Jepang masuk ke Daerah Serang melalui Pulau Tarahan dipantai Bojonegara. Jepang mengambil alih Karesidenan yang pada waktu itu dikuasai oleh Belanda, sedangkan Bupatinya tetap dari pribumi yaitu RM Jayadiningkrat. Kekuasaan Jepang berjalan selama kurang lebih tiga setengah tahun.
Setelah tanggal 17 Agustus 1945, kekuasaan Karesidenan beralih dari tangan Jepang kepada Republik Indonesia dan sebagai Residennya adalah K.H. Tb. Achmad Chatib serta sebagai Bupati Serang adalah KH. Syam’un, sedangkan untuk jabatan Wedana dan Camat-camat banyak diangkat dari para Tokoh Ulama.
Dengan datangnya Tentara Belanda ke Indonesia yang menimbulkan Class/Agresi ke I sekitar Tahun 1964/1947. Daerah Banten/Serang menjadi Daerah Blokade yang dapat bertahan dari masuknya serbuan Belanda, dan putus hubungan dengan Pemerintah Pusat yang pada saat itu di Yogyakarta, sehingga daerah Banten dengan ijin Pemerintah Pusat mencetak uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah Banten yang dikenal dengan ORIDAB.
Pada tanggal 19 Desember 1948 pada waktu itu Class/Agresi II. baru Serdadu Belanda dapat memasuki Daerah Banten/Serang untuk selama 1 (satu) tahun dan setelah KMD Tahun 1949, Belanda meninggalkan kembali Daerah Banten/Serang, yang selanjutnya Daerah Serang menjadi salah satu Daerah Kabupaten di Wilayah Propinsi Jawa Barat.
Yang sekarang sejak tanggal 4 Oktober 2000, terbentuknya Propinsi Banten maka Kabupaten Serang resmi menjadi Bagian dari Propinsi Banten. Kemudian sejak adanya Jabatan Regent atau Bupati pada Tahun 1826 sampai sekarang, telah terjadi 32 kali pergantian Bupati. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan di Serang telah mengalami 4 (empat) kali masa peralihan kekuasaan/pemerintahan, yaitu :
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Serang No.17 Tahun 1985 tentang Hari Jadi Kabupaten Serang pada Bab. II Penetapan Hari Jadi Pasal 2 Yaitu Hari Jadi Kabupaten Serang ditetapkan pada tanggal 8 Oktober Tahun 1526 M.
Sumber : serangkab.gi.id & Wikipedia
Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di utara, Kabupaten Tangerang di timur, Kabupaten Lebak di selatan, serta Kota Cilegon di barat.
AWAL MULA TERBENTUKNYA KABUPATEN SERANG
Banten Lama yang terletak di Teluk Banten dulunya merupakan pusat Kesultanan Banten. Kawasan ini merupakan tempat di mana kapal-kapal Belanda mendarat untuk pertama kalinya di Indonesia. Di daerah ini terdapat 2 situs sejarah religius yang berdampingan, yaitu Masjid Agung dan Vihara Avalokitesvara.
Beberapa harta karun dari China ditemukan di daerah Banten Lama, berupa Patung Giok berbentuk naga yang cukup besar serta beberapa perabot mewah dari bahan yang sama. Keberadaan benda-benda yang sangat bernilai tersebut ternyata luput dari perhatian pemerintah lokal, dan konon masih dimiliki oleh sang penemu harta tersebut.
Sejarah Kabupaten Serang tidak terlepas dari sejarah Banten pada umumnya, karena Kabupaten Serang merupakan bagian dari wilayah Kesultanan Banten yang berdiri pada abad ke-16 dengan pusat pemerintahannya terletak di Serang (sekarang menjadi bagian wilayah Kota Serang).
Sebelum abad ke XVI, berita-berita tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah, konon pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda, penguasa Banten pada saat itu adalah Prabu Pucuk Umum, Putera dari Prabu Sidaraja Pajajaran.
Adapun pusat Pemerintahannya bertempat di Banten Girang (±3 Km di Selatan Kota Serang) pada abad ke VI, Islam mulai masuk ke Banten di bawa oleh sunan Gunung Jatiatau Syech Syarifudin Hidayatullah yang secara berangsur-angsur mengembangkan Agama Islam di Banten dan sekitarnya serta dapat menaklukan pemerintahan Prabu Pucuk Umum (Tahun 1524-1525 M).
Selanjutnya Beliau mendirikan Kerajaan/Kesultanan Islam di Banten dengan mengangkat puteranya bernama Maulana Hasanuddin menjadi Raja / Sultan Banten yang pertama yang berkuasa ± 18 tahun (Tahun 1552-1570 M). Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan Banten lama (Banten lor) yang terletak ± 10 Km di sebelah Utara Kota Serang.
Sebagai putra Sunan Gunung Jati, Sabakingking mewarisi kepandaian ilmu agama Islam dan ahli dalam memerintah sebuah kerajaan. Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingkingmendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama.
Atas prakarsa Syarif Hidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pasisir. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang meng-Islam-kan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.
Pada masa Sultan Hasanuddin telah dibangun sebuah keraton sebagai istana kesultanan yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan sekaligus merupakan pusat kota yaitu Keraton Surosowan.
Keraton ini dibangun sekitar tahun 1552-1570, dan konon dikemudian hari melibatkan seorang arsitek berkebangsaan Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel (1680–1681), yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare.
Surosowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan fondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.
Setelah Sultan Hasanuddin wafat (Tahun 1570), digantikan oleh puteranya yang bernama Maulana Yusuf sebagai Raja Banten yang kedua (Tahun 1570-1580 M) dan selanjutnya diganti oleh Raja / Sultan yang ketiga, keempat dan seterusnya sampai dengan terakhir Sultan yang ke 21 (Dua Puluh Satu) yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang berkuasa pada Tahun 1809 sampai dengan 1816. Jadi periode Kesultanan/Kerajaan Islam di Banten berjalan selama kurun waktu ± 264 Tahun yaitu dari Tahun 1552 s/d 1816.
Pada zaman Kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, terutamma pada akhir abad ke XVI (Juni 1596), dimana orang-orang Belanda datang untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten dibawah pimpinan Cornelis De Houtman dengan maksud untuk berdagang.
Namun sikap yang congkak dari orang-orang Belanda tidak menarik simpati dari Pemerintah dan Rakyat Banten saat itu, sehingga sering timbul ketegangan diantara masyarakat Banten dengan orang-orang Belanda.
Pada saat tersebut, Sultan yang bertahta di Banten adalah Sultan yang ke IV yaitu Sultan Abdul Mufakir Muhammad Abdul Kadir yang waktu itu masih belum dewasa/bayi, sedang yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jayanegara yang wafat kemudian pada tahun 1602 dan diganti oleh saudaranya yaitu Yudha Nagara.
Pada Tahun 1608 Pangeran Ramananggala diangkat sebagai Patih Mangkubumi. Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari Tahun 1624 s/d Tahun 1651 dengan R amanggala sebagai Patih dan Penasehat Utamanya.
Sultan Banten yang ke VI adalah Sultan Abdul Fatah cucu Sultan ke V yang terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa yang memegang tampuk pemerintahan dari Tahun 1651 sampai dengan 1680 (±selama 30 Tahun). Pada masa pemerintahannya Bidang Politik, Perekonomian, Perdagangan, Pelayaran maupun Kebudayaan berkembang maju dengan pesat.
Demikian pula kegigihan dalam menetang Kompeni Belanda. Atas kepahlawanannya dalam perjuangan menentang Kompeni Belanda, maka berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Sultan Ageng Tirtayasa dianugrahi kehormatan predikt sebagai Pahlawan Nasional.
Pada waktu berkuasanya Sultan Ke VI ini, sering terjadi bentrokan dan peperangan dengan para Kompeni Belanda yang pada waktu itu telah berkuasa di Jakarta. Dengan cara Politik Adu Domba (Devide Et Impera) terutama dilakukan antara Sultan Ageng Tirtayasa yang anti Kompeni dengan puteranya Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) yang pro Kompeni Belanda dapat melumpuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tidak berdaya dan menyingkir ke pedalaman, namun dengan bujukan Sultan Haji, Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap kemudian ditahan dan dipenjarakan di Batavia hingga wafatnya pada tahun 1692. Namun sekalipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah wafat, perjuangan melawan Belanda terus berkobar dan dilanjutkan oleh pengikutnya yang setia dengan gigih dan pantang menyerah.
Sejak wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka kesultanan Banten mulai mundur (suram), karena para Sultan berikutnya sudah mulai terpengaruh oleh kompeni Belanda sehingga pemerintahannya mulai labil dan lemah.
Pada Tahun 1816 Kompeni Belanda dibawah pimpinan Gubernur Vander Ca pellen datang ke Banten dan mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin. Belanda membagi wilayah menjadi tiga bagian/negeri yaitu Serang, Lebak dan Caringin dengan kepala negerinya disebut Regent (Bupati), sebagai Bupati pertama untuk Serang diangkat Pangeran Aria Adi Santika dengan pusat pemerintahannya tetap bertempat di keraton Kaibon.
Pada tanggal 3 Maret 1942, Tentara Jepang masuk ke Daerah Serang melalui Pulau Tarahan dipantai Bojonegara. Jepang mengambil alih Karesidenan yang pada waktu itu dikuasai oleh Belanda, sedangkan Bupatinya tetap dari pribumi yaitu RM Jayadiningkrat. Kekuasaan Jepang berjalan selama kurang lebih tiga setengah tahun.
Setelah tanggal 17 Agustus 1945, kekuasaan Karesidenan beralih dari tangan Jepang kepada Republik Indonesia dan sebagai Residennya adalah K.H. Tb. Achmad Chatib serta sebagai Bupati Serang adalah KH. Syam’un, sedangkan untuk jabatan Wedana dan Camat-camat banyak diangkat dari para Tokoh Ulama.
Dengan datangnya Tentara Belanda ke Indonesia yang menimbulkan Class/Agresi ke I sekitar Tahun 1964/1947. Daerah Banten/Serang menjadi Daerah Blokade yang dapat bertahan dari masuknya serbuan Belanda, dan putus hubungan dengan Pemerintah Pusat yang pada saat itu di Yogyakarta, sehingga daerah Banten dengan ijin Pemerintah Pusat mencetak uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah Banten yang dikenal dengan ORIDAB.
Pada tanggal 19 Desember 1948 pada waktu itu Class/Agresi II. baru Serdadu Belanda dapat memasuki Daerah Banten/Serang untuk selama 1 (satu) tahun dan setelah KMD Tahun 1949, Belanda meninggalkan kembali Daerah Banten/Serang, yang selanjutnya Daerah Serang menjadi salah satu Daerah Kabupaten di Wilayah Propinsi Jawa Barat.
Yang sekarang sejak tanggal 4 Oktober 2000, terbentuknya Propinsi Banten maka Kabupaten Serang resmi menjadi Bagian dari Propinsi Banten. Kemudian sejak adanya Jabatan Regent atau Bupati pada Tahun 1826 sampai sekarang, telah terjadi 32 kali pergantian Bupati. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan di Serang telah mengalami 4 (empat) kali masa peralihan kekuasaan/pemerintahan, yaitu :
- Pemerintahan Kesultanan Kerajaan Banten yang berkuasa selama ± 290 Tahun, dimulai sejak Sultan Maulanan Hasanuddin yaitu Tahun 1526 sampai Tahun 1816. Dan saat berdirinya Keratan Surosoan sebagai pusat Pemerintahanyang ditandai dengan penobatan Pangeran Sabakingking dengan Pangeran Hasanuddin pada tanggal 1 Muharram 933 H / 8 Oktober1526 M, kemudian dijadikan landasan penetapan sebagai Hari Jadi Kabupaten Serang.
- Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa selama ± 126 Tahun yaitu pada tahun 1816 sampai Tahun 1942.
- Pemerintah Jepang yang baru berkuasa selama ± 3,6 Tahun yaitu dari Tahun1942 sampai Tahun 1945.
- Pemerintah Republik Indonesia dimulai sejak diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Serang No.17 Tahun 1985 tentang Hari Jadi Kabupaten Serang pada Bab. II Penetapan Hari Jadi Pasal 2 Yaitu Hari Jadi Kabupaten Serang ditetapkan pada tanggal 8 Oktober Tahun 1526 M.
Sumber : serangkab.gi.id & Wikipedia
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Asal Usul Kabupaten dan Kota Serang, Provinsi Banten"
Posting Komentar