Sejarah Asal Usul Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat
Senin, 08 Oktober 2018
Tambah Komentar
Kabupaten Dompu, adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Dompu. Kabupaten ini berada di bagian tengah Pulau Sumbawa. Wilayahnya seluas 2.321,55 km² dan jumlah penduduknya saat ini sekitar 218.000 jiwa.
Dompu terkenal sebagai penghasil susu kuda liar dan madu. Selain itu Dompu juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan keragaman genetik hewan penghasil daging misalnya kerbau rawa atau kerbau lumpur (sahe dalam bahasa Dompu) yang selama ini belum juga diketahui tingkat keragaman genetiknya dengan kerbau di daerah lain untuk menambah sumber informasi akan kekayaan plasma nutfah di Dompu akan segera dilakukan penelitian yang akan memberikan hasil nyata dari pertanyaan oleh pakar kerbau selama ini.
SEJARAH AWAL MULA DOMPU
Pada zaman Majapahit di abad ke empat belas, nama kerajaan Dompu masih cukup disegani. Terbukti, Dompu disebutkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa yang tersohor itu, menjadi salah satu target negara yang harus ditaklukkan di bawah panji kebesaran kerajaan Majapahit yang bercita-cita untuk menyatukan seluruh wilayah di Nusantara.
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Teks di atas diambil dari naskah Pararaton, merupakan isi sumpah Sang Patih Amangkubumi Majapahit, Gajah Mada, pada tahun 1258 Saka (1336 Masehi), yang artinya:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang,Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
Gurun sekarang adalah Nusa Penida, Seran adalah Seram, Tanjungpura adalah Ketapang di Kalimantan Barat, Haru adalah Karo di Sumatera Utara, Pahang adalah Semenanjung Melayu, Bali adalah Bali, Sunda adalah Pasundan di Jawa Barat, Palembang adalah Palembang, Tumasik sekarang jadi negara Singapura, dan Dompo adalah Dompu, sebuah daerah di Pulau Sumbawa.
Ekspedisi Majapahit yang pertama dipimpin Panglima Nala, di bawah komando Patih Gajah Mada, mengalami kegagalan dalam menaklukkan Dompu. Baru pada ekspedisi yang kedua sekitar tahun 1357 Masehi, dengan bantuan laskar dari Bali yang dipimpin Panglima Soka, Dompu bisa dikalahkan, hingga seterusnya bernaung di bawah Kerajaan Majapahit.
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri.
Seperti halnya Lombok, Sumbawa, dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan.
Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur.
Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil.
Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula.
Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula.
Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama.
Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu.
Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu.
Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan
Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima.
Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda.
Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.
LETUSAN GUNUNG TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu.
Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru.
Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya.
Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
LAHIRNYA DOMPU BARU
Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur.
Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali.
Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun.
Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”.
Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala.
Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”.
Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
Kesultanan Dompu
Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu.
Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny.
Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669.
HARI JADI KABUPATEN DOMPU
Selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I.
Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
Dompu terkenal sebagai penghasil susu kuda liar dan madu. Selain itu Dompu juga dikenal sebagai daerah yang kaya akan keragaman genetik hewan penghasil daging misalnya kerbau rawa atau kerbau lumpur (sahe dalam bahasa Dompu) yang selama ini belum juga diketahui tingkat keragaman genetiknya dengan kerbau di daerah lain untuk menambah sumber informasi akan kekayaan plasma nutfah di Dompu akan segera dilakukan penelitian yang akan memberikan hasil nyata dari pertanyaan oleh pakar kerbau selama ini.
SEJARAH AWAL MULA DOMPU
Pada zaman Majapahit di abad ke empat belas, nama kerajaan Dompu masih cukup disegani. Terbukti, Dompu disebutkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa yang tersohor itu, menjadi salah satu target negara yang harus ditaklukkan di bawah panji kebesaran kerajaan Majapahit yang bercita-cita untuk menyatukan seluruh wilayah di Nusantara.
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Teks di atas diambil dari naskah Pararaton, merupakan isi sumpah Sang Patih Amangkubumi Majapahit, Gajah Mada, pada tahun 1258 Saka (1336 Masehi), yang artinya:
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang,Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
Gurun sekarang adalah Nusa Penida, Seran adalah Seram, Tanjungpura adalah Ketapang di Kalimantan Barat, Haru adalah Karo di Sumatera Utara, Pahang adalah Semenanjung Melayu, Bali adalah Bali, Sunda adalah Pasundan di Jawa Barat, Palembang adalah Palembang, Tumasik sekarang jadi negara Singapura, dan Dompo adalah Dompu, sebuah daerah di Pulau Sumbawa.
Ekspedisi Majapahit yang pertama dipimpin Panglima Nala, di bawah komando Patih Gajah Mada, mengalami kegagalan dalam menaklukkan Dompu. Baru pada ekspedisi yang kedua sekitar tahun 1357 Masehi, dengan bantuan laskar dari Bali yang dipimpin Panglima Soka, Dompu bisa dikalahkan, hingga seterusnya bernaung di bawah Kerajaan Majapahit.
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mempunyai catatan sejarah tersendiri.
Seperti halnya Lombok, Sumbawa, dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan.
Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur.
Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia.
Berdasarkan catatan sejarah di Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah tersebut, telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “Ncuhi” atau raja kecil.
Ncuhi terdiri atas empat orang yakni Ncuhi Hu`u yang berkuasa di daerah Hu`u (sekarang Kecamatan Hu`u), Ncuhi Soneo yang berkuasa di daerah Soneo dan sekitarnya (sekarang Kecamatan Woja dan Dompu). Selanjutnya Ncuhi Nowa berkuasa di Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa di Tonda (sekarang wilayah Desa Riwo Kecamatan Woja Dompu). Dari keempat Ncuhi tersebut yang paling dikenal adalah Ncuhi Hu`u.
Menurut cerita rakyat setempat, di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi Kula yang mempunyai anak perempuan bernama Komba Rawe. Ncuhi tersebut kemudian dikenal dengan nama Ncuhi Patakula.
Cerita rakyat setempat menyebutkan, putra raja Tulang Bawang terdampar di daerah Woja dalam pengembaraannya, tepatnya di wilayah Woja bagian timur. Kemudian putra raja Tulang Bawang tersebut menikah dengan putri Ncuhi Patakula.
Selanjutnya para Ncuhi sepakat menobatkan putra raja Tulang Bawang sebagai raja Dompu yang pertama.
Sedangkan Raja Dompu ke-2 bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinan antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu.
Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah Dewa Mbora Bisu, yang merupakan Raja Dompu yang ke-3. Raja ke-4 Dompu adalah Dewa Mbora Balada, yang merupakan saudara dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa Indra Dompu.
Pada abad XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah. Kerajaan dikacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa pihak residen campur tangan
Sultan Abdull Azis, putra Sultan Abdullah yang kemudian mengganti Sultan Yakub, ternyata tidak mampu banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya.
Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada di wilayah Dompu saat itu. Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels memerintahkan Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima.
Pada 5-12 April 1815, ketika Gunung Tambora meletus, akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainnya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata yang merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru, karena itu dia disebut dengan gelar Bata Bou. Beliau diganti oleh putranya, Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam sistem dan hukum pemerintahaan. Dia pun menetapkan hukum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama, sekaligus menetapkan hukum adat yang dipakai adalah hukum Islam yang berlalu di wilayah kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahaannya, Sultan dibantu oleh majelis adat serta majelis hukum. Selanjutnya mereka (para pembantu itu) disebut manteri dengan sebutan raja bicara, rato rasanae, rato perenta, dan rato Renda.
Mereka tergabung suatu dewan hadat, dan merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Sultan.
LETUSAN GUNUNG TAMBORA
Gunung Tambora yang meletus pada 10 – 11 April 1815, dalam catatan sejarah Dompu, mengakibatkan tiga kerajaan kecil (Pekat, Tambora, dan Sanggar) yang terletak di sekitar Tambora tersebut musnah. Ketiga wilayah kerajaan kecil itu pun kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Dompu.
Pertambahan wilayah Kesultanan Dompu tersebut dinilai merupakan suatu pertanda kelahiran baru bagi Dompu Baru, yakni pergantian antara Dompu Lama ke Dompu Baru.
Peristiwa tersebut menggambarkan kelahiran wilayah Dompu yang bertambah luas wilayahnya.
Ahli sejarah Helyus Syamsuddin mengungkapkan, peristiwa 11 April 1815 tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari kelahiran Dompu, yang kemudian dikuatkan dengan Peraturan Daerah No.18 tanggal 19 Bulan Juni 2004.
LAHIRNYA DOMPU BARU
Seperti di daerah lain Lombok,Sumbawa dan Bima, Dompu dahulu kala juga merupakan salah satu daerah bekas Kerajaan atau Kesultanan. Bahkan konon Kerajaan Dompu merupakan salah satu Kerajaan yang paling tua khususnya di bagian Indonesia Timur.
Arkeolog dari Pusat balai penelitian arkeologi dan Purbakala Drs.Sukandar dan Dra. Kusuma ayu pada saat melakukan penelitian di Dompu beberapa waktu lalu pernah menyatakan bahwa dari berbagai hasil penelitiannya di Dompu dapat disimpulkan bahwa Dompu (Kerajaan DOMPO-Red) adalah Kerajaan paling tua diwilayah Timur Indonesia.
Namun sayang, tidak seperti di Lombok,Sumbawa dan Bima dimana untuk mengetahui lebih jauh tentang Kerajaan tempo dulu ketiga daerah tetangga tersebut banyak didukung oleh berbagai bukti otentik yang dapat menggambarkan tentang peristiwa sejarah tempo dulu,sedangkan di Dompu bukti otentik untuk mendukung keberadaan sejarah masa lalu tampaknya masih sangat kurang sekali bahkan bisa dikatakan hampir sudah tidak ada sama sekali.
Barangkali inilah merupakan salah satu tugas dan kewajiban khususnya bagi kalangan generasi muda di daerah ini untuk lebih bekerja keras agar berbagai tabir misteri sejarah tempo dulu dapat segera terungkap meskipun hal itu membutuhkan perjuangan dan usaha yang cukup menyita waktu bahkan material sekalipun.
Upaya pemkab Dompu dalam rangka untuk mencapai hal tersebut patut kiranya didukung oleh semua pihak,bahkan pemkab Dompu sendiri telah banyak berupaya dan tentunya pekerjaan tersebut akan sukses apabila selalu mendapat dukungan serta do,a restu dari seluruh lapisan masyarakat yang ada dan jangan malah pekerjaan itu dianggap hanya akan membuang energi serta mubazir saja. “Orang bijak mengatakan,terlalu sombong dan munafik apabila kita melupakan sejarah kita sendiri”, semoga hal itu tidak akan pernah terjadi, amin.
Sejarah mencatat,di dompu sebelum terbentuknya kerajaan konon didaerah ini berkuasa beberapa kepala suku yang disebut sebagai “NCUHI” atau Raja Kecil, para ncuhi tersebut terdiri dari 4 orang yakni Ncuhi Hu,u yang berkuasa diwilayah kekuasaan daerah Hu,u (Sekarang kecamatan Hu,u Dompu – Red), kemudian Ncuhi Saneo yang berkuasa didaerah Saneo dan sekitarnya (sekarang masuk dalam wilayah Kecamatan woja Dompu), selanjutnya Ncuhi Nowa dan berkuasa didaerah Nowa dan sekitarnya serta Ncuhi Tonda berkuasa diwilayah kekuasaannya yakni di sekitar Tonda dan saat ini masuk dalam wilayah Desa Riwo kecamatan woja Dompu.
Diantara keempat Ncuhi tersebut yang paling terkenal konon yakni Ncuhi Hu,u. menurut cerita rakyat yang ada bahwa,konon di negeri Woja berkuasa seorang Ncuhi bernama “Sang Kula” yang akhirnya mempunyai seorang anak perempuan bernama “Komba Rame”. Ncuhi ini kemudian terkenal dengan nama Ncuhi “Patakula”.
Pada saat itu konon terdamparlah putra Raja Tulang Bawang didaerah woja yang sengaja mengembara di daerah Woja bagian timur. Singkat cerita akhirnya putra Raja Tulang Bawang ini kawin dengan putrid Ncuhi patakula dan selanjutnya para Ncuhi yang ada akhirnya sepakat untuk menobatkan putra Raja Tulang Bawang tersebut sebagai Raja Dompu yang pertama. Pusat pemerintahannya konon disekitar wilayah desa Tonda atau di desa Riwo masuk dalam wilayah kecamatan woja sekarang.
Sedangkan Raja ke-2 Dompu adalah bernama Dewa Indra Dompu yang lahir dari perkawinana antara putra Indra Kumala dengan putra Dewa Bathara Dompu. Berturut-turut Raja yang menguasai daerah ini adalah : Dewa Mbora Bisu,Raja dompu ang ke-3 adalah yaitu yang menggantikan kakaknya Dewa Indra Dompu,cucu dari Indra Kumala.
Dewa Mbora Belanda : beliau adalah saudaranya dari Dewa Mbora Bisu dan Dewa indra Dompu yang menjadi Raja ke-4 didaerah ini. Dewa yang punya Kuda. Pengganti Dewa Mbora Belanda adalah putranya yang bernama Dewa yang punya Kuda dan memerintah sebagai Raja yang ke-5,Dewa yang mati di Bima.
Raja yang dikenal sebagai seorang yang dictator,sehingga diturunkan dari tahta kerajaan oleh rakyat Dompu ialah Dewa yang mati di Bima. Beliau konon menggantikan ayahnya (Dewa yang punya Kuda) sebagai raja yang ke-6 di Dompu akan tetapi karena hal itu akhirnya di bawa ke Bima dan meninggal di sana,dewa yang bergelar “Mawaa La Patu”.
Raja inilah sebenarnya yang akan di nobatkan sebagai raja Dompu yang menggantikan dewa yang mati di Bima,namun beliau ke Bima dan selanjutnya memerintah di sana. Pada masa pemerintahan Raja inilah terkenal satu ekspedisi dari Kerajaan di pulau Jawa yakni kerajaan Majapahit yang konon ekspedisi tersebut di pimpin oleh salah seorang Panglima perang bernama Panglima Nala pada tahun 1344,namun ekspedisi tersebut ternyata gagal.
Oleh rakyat dompu raja yang satu ini sangat dikenal sebagai raja yang disiplin dalam menjalankan pemerintahanya,teratur dalam social ekonomi maupun politik sehingga masyarakat saat itu memberi gelar sebagai “Dewa Mawaa Taho”, semula raja ini dikenal dengan nama “Dadela Nata”. Beliau adalah raja yang ke-7 dan merupakan raja Dompu yang terakhir sebelum masuknya ajaran Islam di Kerajaan Dompu,raja tersebut berkedudukan atau bertahta di wilayah Tonda.
Ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah komanda Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama,selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ekspedisi yang ke-2 inilah Majapahit berhasil menakklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Melihat fenomena diatas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan Kerajaan Dompu tersebut ternyata sudah ada sebelum Majapahit,hal itu juga dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya sang Gajah Mada dimana dalam isinya sumpahnya itu disebutlah nama kerajaan DOMPO (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan di taklukkan dalam ekspedisinya tersebut.
Kesultanan Dompu
Pada abad ke-XIX di Dompu saat itu memerintah raja-raja yang lemah,Kerajaan di kacaukan oleh berbagai pemberontakan pada tahun 1803 yang memaksa memerlukan campur tangan pihak residen. Sejak Sultan Abdull Azis,putra Sultan Abdullah yang mengganti Sultan Yakub tidak banyak berbuat untuk memajukan kerajaannya. Seluruh kerajaan antara tahun 1810-1814 diancam perompak-perompak yang menghancurkan desa-desa yang ada diwilayah dompu saat itu.
Pada sekitar tahun 1809 Gubernur Jenderal Daendels menegaskan,Gubernur Van Kraam untuk memperbaharui perjanjian dengan Dompu. Perjanjian tersebut diadakan di Bima,begitu pula penggantinya sultan Muhammad Tajul Arifin I putra Sultan Abdull Wahab,Sultan Muhammad tajul arifin I diganti oleh Sultan Abdull Rasul II,adik beliau. Dari 5-12 April 1815 ketika tambora meletus akhirnya sepertiga dari penduduk tewas dan sepertiga lainya berhasil melarikan diri.
Sultan Abdull Rasul II memindahkan Istana Bata (ASI NTOI) kini merupakan Situs Doro Bata yang terletak di kelurahan Kandai I Kecamatan Dompu ke Istana Bata yang baru (ASI BOU) Karena itu beliau disebut dengan gelar “Bata Bou”, beliau diganti oleh putranya,Sultan Muhammad Salahuddin.
Salahuddin mengadakan perbaikan dalam system dan hokum pemerintahaan,beliau menetapkan hokum adat berdasarkan hasil musyawarah dengan para alim ulama sekaligsu menetapkan hokum adat yang dipakai adalah hokum Islam yang berlalu diwilayah kekauasaanny.
Dalam menjalankan pemeerintahaannyaSultan dibantu oleh majelis hadat serta majelis hokum mereka itu dalam tatanan kepangkatan hadat dan hokum,mereka selanjutnya mereka disebut manteri-manteri dengan sebutan “Raja Bicara,rato rasana,e, rato perenta,dan rato Renda” mereka tergabung suatu dewan hadat,merupakan badan kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan sultan.
Hadat juga merupakan kelengkapan pemerintahaan yang berfungsi menjalankan hokum agama yang di kepalai oleh “Kadi” atau sultan menurut keperluannya. Seperti sultan-sultan sebelumnya,salahuddin tetap melakukan hubungan dengan pihak pemerintah kolonial Belanda. Menurut Zolinger,sejak mengadakan perjanjian dengan kompeni pada sekitar tahun 1669.
HARI JADI KABUPATEN DOMPU
Selanjutnya Sultan Muhammad salahuddin diganti leh putranya yakni Sultan Abdullah. Pada masa pemerintahaannya beliau menanda tangani kontrak panjang pada tahun 1886 silam. Beliau Selanjutnya diganti oleh putrannya Sultan Muhammad Siradjuddin yang memperbaharui konrak tersebut pada sekitar tahun 1905. Sejarah juga menyebutkan bahwa Sultan pertama di Dompu setelah adanya likuidasi pergantian pemerintahan dari sistim Kerajaan menjadi Kesultanan yakni Sultan Syamsuddin I.
Dan beliaulah merupakan pemimpin atau Raja yang pertamakali memeluk agama Islam begitu sistim pemerintahaannya berubah menjadi Kesultanan. Tahun 1958 Kesultanan dompu yang saat itu dipimpin oleh Sultan dompu terakhir yakni Sultan Muhammad Tajul Arifin (Ruma To,i), sistim pemerintahan di Dompu dirubah menjadi suatu daerah swapraja Dompu dan Kepala daerah Swatantra tingkat II Dompu tahun 1958-1960.
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Asal Usul Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat"
Posting Komentar