Sejarah Terbentuknya Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
Jumat, 11 Januari 2019
Tambah Komentar
Kabupaten Muna adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia, dengan Ibu kota di Raha.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.057,69 km² dan berpenduduk sebanyak 227.941 jiwa.
KERAJAAN MUNA
Sejarah peradaban manusia di muna dimulai ketika Sawerigading dan pengikutnya yang berjumlah 40 orang terdampar di suatu daratan di Pulau Muna yang saat ini di kenal dengan nama ‘Bahutara’.
Sawerigading dan para pengikutnya, kemudian berbaur dengan penduduk yang telah dahulu menetap dan membentuk komunitas di Pulau Muna.
Lama kelamaan komunitas itu berkembang. Sawerigading dan empat puluh pengkutnya di Daratan Muna telah membawa nuansa baru dalam pembangunan peradaban dalam kehidupan Orang Muna. Suatu waktu dipilihlah suatu pemimpin untuk memimpin komunitas itu. Pemimpin yang dipilih adalah yang dianggap sebagai primus intervares.
Sejarah kerajaan Muna dimulai setelah dilantiknya La Eli alias Baidhuldhamani gelar Bheteno ne Tombula sebagai Raja Muna pertama.
Setelah dilantiknya La Eli bergelar Bheteno Ne Tombula sebagai Raja Muna I, Kerajaan Muna baru dapat dikatakan sebagai sebuah kerajaan berdaulat karena telah memenuhi syarakat-syarat sebagai sebuah negara yaitu telah memiliki Rakyat, Wilayah dan Pemerintahan yang berdaulat dan seluruh perangkat masyarakat bersepakat untuk mengikat diri dalam sebuah pemerintahan dengan segala aturannya yang bernama Kerajaan Muna.
MASA PEMERINTAHAN SUGI
Setelah pemerintahan Bheteno Ne Tombula berakhir, Kerajaan Muna dipimpin oleh Sugi. Sugi bagi masyarakat Muna berarti Yang Dipertuan atau Yang Mulia.
Sepanjang sejarah Kerajaan Muna ada lima orang Sugi yang perna memimpin Kerajaan muna. Mereka itu adalah Sugi Patola, Sugi Ambona, Sugi Patani, Sugi La Ende dan Sugi Manuru.
Dari kelima sugi yang pernah memimpin kerajaan muna, Sugi Manuru-lah yang dianggap berhasil membawa banyak perubahan di kerajaan muna dalam berbagai aspek.
MASA PEMERINTAHAN LAKILAPONTO
Setelah masa pemerintahan sugi berakhir pemerintahan kerajaan muna dijalankan oleh Lakilaponto. Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru sebagai raja muna. Selama menjadi raja muna, Lakilaponto terkenal akan keberaniannya. Pada masa pemerintahannya dibangunlah benteng mengelilingi ibu kota kerajaan muna, untuk menghalau dan menghadang ancaman serangan yang datang dari luar. Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun (1517-1520) sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
PERJUANGAN MENENTANG PENJAJAHAN
Kerajaan Muna melakukan konfrontasi dengan Penjajah di mulai dengan keterlibatan Lakilaponto Raja Muna ke VII (1517-1520) menumpas Armada bajak laut Banggai Labolontio yang selalu menggangu keamanan kerajaan-kerajaan tetangga disekitarnya. selain itu, Lakilaponto juga Setelah Bertahta di Buton tahun (1520-1564) dan Mememeluk Islam yang dibawah oleh Syeid Abdul wahid dari Mekah ( Daulah Turky Usmani), dia berperan aktif menghalau Portugis di Tenggara Sulawesi, Banggai, selayar, Maluku, dan Solor NTT, sehingga Penjajahan Portugis tidak terlihat di Tenggara Sulawesi .
Pada Masa Raja Wuna ke X La Titakono (1600-625) Kerajaan Muna menolak Campur tangan VOC di Buton karena dapat mengancam keutuhan dan persatuan Kesultanan Butuni Darusalam setalah mengetahui gelagat VOC di Buton. Namun pada akhirnya Sultan Buton tetap melakukan perjanjian Abadi tersebut pada tahun 1613 di bawah pimpinan Sultan Dayanu Iksanudin alias Laelangi.
Dampak dari perjajian tersebut merenggangkan hubungan persaudaraan yang telah dibina oleh para pendahulu kedua kerajaan ini. Efek domino dari kerja sama tersebut Menimbulkan peperangan antara Muna dan Buton di Bawah pimpinan Raja Muna XII Sangia Kaendea (1626-1667). Mula-mula Kerajaan Muna memenangi Peperanga tersebut, namun setelah Buton mendapat bantuan dari VOC maka pasukan kerajaan Muna harus mundur.
Selang beberapa waktu pasukan buton yang diperkuat oleh armada Kapal VOC berlabu di peraiaran pulau lima tepatnya di depan lohia. Pihak Bunton dan VOC mengirim utusan untuk menemui Raja Wuna dengan alasan perundingan perdamaian di antara kedua bela pihak. Mula-mula La Ode Ngakdiri/ Sangia Kaendea meragukan hal tersebut, namun karena terbujuk oleh alasan persaudaraan akhirnya iapun turut serta dalam melakukan perundingan itu.
Sesampainya di pulau lima Raja Wuna tersebut tidak diajak untuk berunding seperti apa yang diberitahukan semula, dia ditangkap dengan tipu muslihat oleh Buton dan VOC dan diasingkan keternate, setelah beberapa lama kemudian Raja wuna tersebut diselamtkan kembali oleh Pihak kerajaan Muna dan kembali menduduki tahta Kerajaan Muna.
Perlawanan Raja Muna berikutnya dilakukan oleh La Ode Saete (1816-1630) yang melakukan peperangan dengan pihak Belanda dan Buton sehingga banyak menghancurakan kapal-kapal Belanda dan Buton di Muna. selain itu Raja Muna tersebut mengorganisir semua kekuatan tempur yang ada dan melakukan perang semesta melawan penjajah sehingga dia mampu mempertahankan kerajaan Muna dari serangan musuh yang datang bertubi-tubi.
Perjuangan Kerajaan Muna berikutnya dipelopori oleh La Ode Pulu (1914-1918), dia menentang keras perjanjian Korte Verklaring Tahun 1906 Antara Buton dan Belanda. Raja Muna mengagap perjanjian tersebut adalah Ilegal dan sepihak yang tidak sesui dengan Peraturan Adat di Muna sehingga dia melakukan perlawanan Rakyat secara gerilya dan banyak mematahkan serangan pasukan Belanda.
Walau demikian dia akhirnya tetap terbunuh dalam peperangan tersebut karena minimnya jumlah persenjataan dan logistik perang. Hal tersebut menandai awal runtuhnya kedaulatan Kerajaan Muna dan makin kuatnya cengkaraman Belanda dan Buton di Muna. Walau demikian, para Raja-Raja Wuna berikutnya tetap Menolak Isi Perjanjian tersebut sehingga pergantian Raja-raja Muna berikutnya selalu tidak berlangsung lama.
Perjuangan Rakyat Muna terus bergolak menentang penjajahan Belanda hingga akhirnya membentuk banyak laskar-laskar Rakyat dan beberapa Batalion tempur diantaranya Batalion Sadar yang merupakan embrio berdirinya KODAM WIRABUANA di Makssar dan Mendukung Kesepakatan Malino untuk bergabung dengan Pemerintahan Pusat di Jakarta dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sumber : Wikipedia.org
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.057,69 km² dan berpenduduk sebanyak 227.941 jiwa.
KERAJAAN MUNA
Sejarah peradaban manusia di muna dimulai ketika Sawerigading dan pengikutnya yang berjumlah 40 orang terdampar di suatu daratan di Pulau Muna yang saat ini di kenal dengan nama ‘Bahutara’.
Sawerigading dan para pengikutnya, kemudian berbaur dengan penduduk yang telah dahulu menetap dan membentuk komunitas di Pulau Muna.
Lama kelamaan komunitas itu berkembang. Sawerigading dan empat puluh pengkutnya di Daratan Muna telah membawa nuansa baru dalam pembangunan peradaban dalam kehidupan Orang Muna. Suatu waktu dipilihlah suatu pemimpin untuk memimpin komunitas itu. Pemimpin yang dipilih adalah yang dianggap sebagai primus intervares.
Sejarah kerajaan Muna dimulai setelah dilantiknya La Eli alias Baidhuldhamani gelar Bheteno ne Tombula sebagai Raja Muna pertama.
Setelah dilantiknya La Eli bergelar Bheteno Ne Tombula sebagai Raja Muna I, Kerajaan Muna baru dapat dikatakan sebagai sebuah kerajaan berdaulat karena telah memenuhi syarakat-syarat sebagai sebuah negara yaitu telah memiliki Rakyat, Wilayah dan Pemerintahan yang berdaulat dan seluruh perangkat masyarakat bersepakat untuk mengikat diri dalam sebuah pemerintahan dengan segala aturannya yang bernama Kerajaan Muna.
MASA PEMERINTAHAN SUGI
Setelah pemerintahan Bheteno Ne Tombula berakhir, Kerajaan Muna dipimpin oleh Sugi. Sugi bagi masyarakat Muna berarti Yang Dipertuan atau Yang Mulia.
Sepanjang sejarah Kerajaan Muna ada lima orang Sugi yang perna memimpin Kerajaan muna. Mereka itu adalah Sugi Patola, Sugi Ambona, Sugi Patani, Sugi La Ende dan Sugi Manuru.
Dari kelima sugi yang pernah memimpin kerajaan muna, Sugi Manuru-lah yang dianggap berhasil membawa banyak perubahan di kerajaan muna dalam berbagai aspek.
MASA PEMERINTAHAN LAKILAPONTO
Setelah masa pemerintahan sugi berakhir pemerintahan kerajaan muna dijalankan oleh Lakilaponto. Lakilaponto menjadi raja muna VII setelah menggantikan ayahandanya, Sugi Manuru sebagai raja muna. Selama menjadi raja muna, Lakilaponto terkenal akan keberaniannya. Pada masa pemerintahannya dibangunlah benteng mengelilingi ibu kota kerajaan muna, untuk menghalau dan menghadang ancaman serangan yang datang dari luar. Lakilaponto memerintah kerajaan muna selama kurang lebih 3 tahun (1517-1520) sebelum digantikan oleh adiknya sendiri, La Posasu.
PERJUANGAN MENENTANG PENJAJAHAN
Kerajaan Muna melakukan konfrontasi dengan Penjajah di mulai dengan keterlibatan Lakilaponto Raja Muna ke VII (1517-1520) menumpas Armada bajak laut Banggai Labolontio yang selalu menggangu keamanan kerajaan-kerajaan tetangga disekitarnya. selain itu, Lakilaponto juga Setelah Bertahta di Buton tahun (1520-1564) dan Mememeluk Islam yang dibawah oleh Syeid Abdul wahid dari Mekah ( Daulah Turky Usmani), dia berperan aktif menghalau Portugis di Tenggara Sulawesi, Banggai, selayar, Maluku, dan Solor NTT, sehingga Penjajahan Portugis tidak terlihat di Tenggara Sulawesi .
Pada Masa Raja Wuna ke X La Titakono (1600-625) Kerajaan Muna menolak Campur tangan VOC di Buton karena dapat mengancam keutuhan dan persatuan Kesultanan Butuni Darusalam setalah mengetahui gelagat VOC di Buton. Namun pada akhirnya Sultan Buton tetap melakukan perjanjian Abadi tersebut pada tahun 1613 di bawah pimpinan Sultan Dayanu Iksanudin alias Laelangi.
Dampak dari perjajian tersebut merenggangkan hubungan persaudaraan yang telah dibina oleh para pendahulu kedua kerajaan ini. Efek domino dari kerja sama tersebut Menimbulkan peperangan antara Muna dan Buton di Bawah pimpinan Raja Muna XII Sangia Kaendea (1626-1667). Mula-mula Kerajaan Muna memenangi Peperanga tersebut, namun setelah Buton mendapat bantuan dari VOC maka pasukan kerajaan Muna harus mundur.
Selang beberapa waktu pasukan buton yang diperkuat oleh armada Kapal VOC berlabu di peraiaran pulau lima tepatnya di depan lohia. Pihak Bunton dan VOC mengirim utusan untuk menemui Raja Wuna dengan alasan perundingan perdamaian di antara kedua bela pihak. Mula-mula La Ode Ngakdiri/ Sangia Kaendea meragukan hal tersebut, namun karena terbujuk oleh alasan persaudaraan akhirnya iapun turut serta dalam melakukan perundingan itu.
Sesampainya di pulau lima Raja Wuna tersebut tidak diajak untuk berunding seperti apa yang diberitahukan semula, dia ditangkap dengan tipu muslihat oleh Buton dan VOC dan diasingkan keternate, setelah beberapa lama kemudian Raja wuna tersebut diselamtkan kembali oleh Pihak kerajaan Muna dan kembali menduduki tahta Kerajaan Muna.
Perlawanan Raja Muna berikutnya dilakukan oleh La Ode Saete (1816-1630) yang melakukan peperangan dengan pihak Belanda dan Buton sehingga banyak menghancurakan kapal-kapal Belanda dan Buton di Muna. selain itu Raja Muna tersebut mengorganisir semua kekuatan tempur yang ada dan melakukan perang semesta melawan penjajah sehingga dia mampu mempertahankan kerajaan Muna dari serangan musuh yang datang bertubi-tubi.
Perjuangan Kerajaan Muna berikutnya dipelopori oleh La Ode Pulu (1914-1918), dia menentang keras perjanjian Korte Verklaring Tahun 1906 Antara Buton dan Belanda. Raja Muna mengagap perjanjian tersebut adalah Ilegal dan sepihak yang tidak sesui dengan Peraturan Adat di Muna sehingga dia melakukan perlawanan Rakyat secara gerilya dan banyak mematahkan serangan pasukan Belanda.
Walau demikian dia akhirnya tetap terbunuh dalam peperangan tersebut karena minimnya jumlah persenjataan dan logistik perang. Hal tersebut menandai awal runtuhnya kedaulatan Kerajaan Muna dan makin kuatnya cengkaraman Belanda dan Buton di Muna. Walau demikian, para Raja-Raja Wuna berikutnya tetap Menolak Isi Perjanjian tersebut sehingga pergantian Raja-raja Muna berikutnya selalu tidak berlangsung lama.
Perjuangan Rakyat Muna terus bergolak menentang penjajahan Belanda hingga akhirnya membentuk banyak laskar-laskar Rakyat dan beberapa Batalion tempur diantaranya Batalion Sadar yang merupakan embrio berdirinya KODAM WIRABUANA di Makssar dan Mendukung Kesepakatan Malino untuk bergabung dengan Pemerintahan Pusat di Jakarta dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sumber : Wikipedia.org
Belum ada Komentar untuk "Sejarah Terbentuknya Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara"
Posting Komentar