Azab Menipu dan Makan Harta Haram dalam Islam
Selasa, 23 April 2019
Tambah Komentar
Kegiatan penipuan sering kita jumpai di zaman sekarang ini, misalnya seorang pedagang mencampur barang dagangan yang baik dengan yang jelek, barang-barang yang memiliki harga mahal beragam dengan barang yang murah, mereka mencampur susu dengan udara, mencampur madu dengan bantuan gula, mencampur bensin dengan minyak tanah atau mencampur minyak tanah itu sendiri dengan air agar menjadi banyak.
Mereka adalah orang-orang yang mengumpulkan harta manusia dengan cara batil, padahal harta yang mereka ambil itu adalah kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mereka akan dibalas menerima. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“ Sesungguhnya surga masuk yang tumbuh dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan neraka lebih layak untuknya .” (HR. Ahmad, 28: 468 dan At-Tirmidzi, 3: 1, lihat A l-Misykah , 2: 126)
Ini adalah tantangan yang sangat sulit yang menunjukkan harta manusia dengan cara yang batil termasuk dari perbuatan dosa-dosa besar.
Adz-Dzahabi berkata, “Ditanyakan juga, harta yang diambil dari pemungut cukai, para perampok, pencuri, koruptor, dan pezina semuanya termasuk dosa-dosa besar. Dan kemudian meminjamkan pinjaman kemudian mengingkarinya, seorang yang mengurangi timbangan atau takaran, seorang yang menemukan barang-barang temuan tetapi tidak memperolehnya, tetapi ia mengumpulkannya, dan seorang yang menjual barang-barang dagangan yang kemudian dapat dibuka-tutup membuka. Demikian juga berjudi dan yang semisalnya. Semuanya termasuk dosa-dosa besar berdasarkan hadis di atas, masih ada sebagiannya yang diperselisihkan.
Bila ada yang mengatakan Mengapa laki-laki ini dicela sebab mencampur khamr dengan udara dan tidak dicela sebab berjualan khamr padahal khamr adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ? Jawabannya adalah khamr pada waktu itu bukan sesuatu yang haram dalam syariat laki-laki tersebut. Demikian pula pada awal-awal Islam, khamr adalah minuman halal di kota Madinah. Kemudian setelah beberapa waktu peminumnya dicela tetapi belum sampai diharamkan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
“ Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada sebagian dari dosa yang besar dan beberapa Manfaat bagi manusia, tetapi dosa antara lebih besar dari Manfaatnya ..." (QS. Al-Baqarah: 219)
Kemudian setelah beberapa waktu, meminum khamr diharamkan pada waktu seseorang melaksanakan shalat saja sekali pun disetujui untuk memperjualbelikannya, menyetujui firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, kamu sedang dalam kesulitan, jadi kamu mengerti apa yang kamu ucapkan ... " (QS. An-Nisa: 43)
Baru kemudian diharamkanlah khamr setelah itu dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala , karena meminum khamr akan banyak menimbulkan madharat (bahaya). Memperbaiki dalam firman-Nya:
" Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah sebagai termasuk setan, maka jauhilah tugas-tindakan itu agar kamu mendapatkan liburan ." (QS. Al-Maidah: 90)
Diceritakan setelah turunnya ayat tersebut jalan-jalan kota Madinah dibanjiri khamr . Bahkan tatkala gelas-gelas dan botol-botol itu masih di tangan-tangan mereka, jadi dengar ayat ini mereka tumpahkan minuman kesenangan dan kebanggaan mereka itu.
AKIBAT MENIPU DAN MAKAN HARTA HARAM
Secara ringkas, akibat mendapatkan dan menggunakan uang hasil menipu dan mencuri doanya tidak terkabul, hati menjadi keras, anak dan istri yang turut mengkonsumsinya juda terkena dampak (keras hati), dan tentu ada adzab Allah SWT lainnya.
Yang jelas, uang dan makanan/minuman haram Tidak Berkah dan hanya akan mendatangkan dosa dan malapetaka, cepat atau lambat.
“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuk menyentuhnya” (HR Tirmidzi)
Dikisahkan ada seorang pengembara berjalan tertatih-tatih. Kelelahan tampak pada raut muka dan rambutnya yang tak teratur dan penuh debu, menandakan ia telah menempuh perjalanan jauh.
Merasa tanpa daya lagi, ia menengadahkan tangannya ke langit, berdoa untuk memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: "Ya Rabbi, Ya Rabbi!"
Namun, doa sang pengembara tersebut tidak dikabulkan Allah SWT. Mengapa? “Bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya, sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram,” tegas Nabi Saw.
Kisah yang digubah dari sebuah hadits riwayat Muslim, sebagaimana tercantum dalam Shahih Muslim itu, secara jelas mengabarkan, doa orang yang suka memakan makanan haram atau meminum minuman haram, dan memakai pakaian haram, ditolak oleh Allah SWT (mardud).
Pesan yang hendak disampaikan hadits di atas, tentu saja bukan semata agar kita memakan, meminum, dan memakai barang halal supaya doa kita makbul.
Doa tidak terkabul lantaran dalam diri seseorang yang berdoa itu penuh barang haram, mengisyaratkan pula betapa tidak maslahat dan hinanya barang haram jika kita makan atau pakai.
Apalagi, dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, setiap tubuh yang dibesarkan dengan cara yang haram, maka neraka lebih layak baginya.
"Makanan haram termasuk kotoran, bukan makanan yang baik," tulis Imam Al-Ghazali dalam Kitabul Arba'in fi Ushuliddin.
Haram dikategorikan ke dalam dua macam:
Yaitu Haram Lizatihi dan Haram Li'ardihi.
1. Haram Lidzatihi adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (Q.S. Al-An'am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10).
2. Haram Li'ardhihi adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, kemudian ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri.
Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik) dan cara mendapatkannya juga harus halal.
Barang haram --seperti daging babi-- umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang "cara mendapatkan rezeki halal", banyak umat yang mengabaikannya.
Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.
Di akhirat nanti, kepemilikan dan penggunaan harta kekayaan akan dimintai pertanggung jawabannya dari berbagai arah:
Dari mana didapatkanBagaimana mendapatkannyaDigunakan untuk apa Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan.
Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut. Begitu seterusnya.
Demikianlah, kehati-hatian kita dalam mendapatkan harta atau makanan, diperlukan mutlak. Agar darah-daging kita terhindar dari barang haram. Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat.
Wallohua'lam Bisshowab
Sumber: Kisahmuslim.com & Risalahislam.com
Mereka adalah orang-orang yang mengumpulkan harta manusia dengan cara batil, padahal harta yang mereka ambil itu adalah kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mereka akan dibalas menerima. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“ Sesungguhnya surga masuk yang tumbuh dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan neraka lebih layak untuknya .” (HR. Ahmad, 28: 468 dan At-Tirmidzi, 3: 1, lihat A l-Misykah , 2: 126)
Ini adalah tantangan yang sangat sulit yang menunjukkan harta manusia dengan cara yang batil termasuk dari perbuatan dosa-dosa besar.
Adz-Dzahabi berkata, “Ditanyakan juga, harta yang diambil dari pemungut cukai, para perampok, pencuri, koruptor, dan pezina semuanya termasuk dosa-dosa besar. Dan kemudian meminjamkan pinjaman kemudian mengingkarinya, seorang yang mengurangi timbangan atau takaran, seorang yang menemukan barang-barang temuan tetapi tidak memperolehnya, tetapi ia mengumpulkannya, dan seorang yang menjual barang-barang dagangan yang kemudian dapat dibuka-tutup membuka. Demikian juga berjudi dan yang semisalnya. Semuanya termasuk dosa-dosa besar berdasarkan hadis di atas, masih ada sebagiannya yang diperselisihkan.
Bila ada yang mengatakan Mengapa laki-laki ini dicela sebab mencampur khamr dengan udara dan tidak dicela sebab berjualan khamr padahal khamr adalah sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ? Jawabannya adalah khamr pada waktu itu bukan sesuatu yang haram dalam syariat laki-laki tersebut. Demikian pula pada awal-awal Islam, khamr adalah minuman halal di kota Madinah. Kemudian setelah beberapa waktu peminumnya dicela tetapi belum sampai diharamkan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
“ Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada sebagian dari dosa yang besar dan beberapa Manfaat bagi manusia, tetapi dosa antara lebih besar dari Manfaatnya ..." (QS. Al-Baqarah: 219)
Kemudian setelah beberapa waktu, meminum khamr diharamkan pada waktu seseorang melaksanakan shalat saja sekali pun disetujui untuk memperjualbelikannya, menyetujui firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ,
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, kamu sedang dalam kesulitan, jadi kamu mengerti apa yang kamu ucapkan ... " (QS. An-Nisa: 43)
Baru kemudian diharamkanlah khamr setelah itu dinyatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala , karena meminum khamr akan banyak menimbulkan madharat (bahaya). Memperbaiki dalam firman-Nya:
" Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah sebagai termasuk setan, maka jauhilah tugas-tindakan itu agar kamu mendapatkan liburan ." (QS. Al-Maidah: 90)
Diceritakan setelah turunnya ayat tersebut jalan-jalan kota Madinah dibanjiri khamr . Bahkan tatkala gelas-gelas dan botol-botol itu masih di tangan-tangan mereka, jadi dengar ayat ini mereka tumpahkan minuman kesenangan dan kebanggaan mereka itu.
AKIBAT MENIPU DAN MAKAN HARTA HARAM
Secara ringkas, akibat mendapatkan dan menggunakan uang hasil menipu dan mencuri doanya tidak terkabul, hati menjadi keras, anak dan istri yang turut mengkonsumsinya juda terkena dampak (keras hati), dan tentu ada adzab Allah SWT lainnya.
Yang jelas, uang dan makanan/minuman haram Tidak Berkah dan hanya akan mendatangkan dosa dan malapetaka, cepat atau lambat.
“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuk menyentuhnya” (HR Tirmidzi)
Dikisahkan ada seorang pengembara berjalan tertatih-tatih. Kelelahan tampak pada raut muka dan rambutnya yang tak teratur dan penuh debu, menandakan ia telah menempuh perjalanan jauh.
Merasa tanpa daya lagi, ia menengadahkan tangannya ke langit, berdoa untuk memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: "Ya Rabbi, Ya Rabbi!"
Namun, doa sang pengembara tersebut tidak dikabulkan Allah SWT. Mengapa? “Bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya, sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram,” tegas Nabi Saw.
Kisah yang digubah dari sebuah hadits riwayat Muslim, sebagaimana tercantum dalam Shahih Muslim itu, secara jelas mengabarkan, doa orang yang suka memakan makanan haram atau meminum minuman haram, dan memakai pakaian haram, ditolak oleh Allah SWT (mardud).
Pesan yang hendak disampaikan hadits di atas, tentu saja bukan semata agar kita memakan, meminum, dan memakai barang halal supaya doa kita makbul.
Doa tidak terkabul lantaran dalam diri seseorang yang berdoa itu penuh barang haram, mengisyaratkan pula betapa tidak maslahat dan hinanya barang haram jika kita makan atau pakai.
Apalagi, dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, setiap tubuh yang dibesarkan dengan cara yang haram, maka neraka lebih layak baginya.
"Makanan haram termasuk kotoran, bukan makanan yang baik," tulis Imam Al-Ghazali dalam Kitabul Arba'in fi Ushuliddin.
Haram dikategorikan ke dalam dua macam:
Yaitu Haram Lizatihi dan Haram Li'ardihi.
1. Haram Lidzatihi adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (Q.S. Al-An'am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10).
2. Haram Li'ardhihi adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, kemudian ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri.
Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik) dan cara mendapatkannya juga harus halal.
Barang haram --seperti daging babi-- umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang "cara mendapatkan rezeki halal", banyak umat yang mengabaikannya.
Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.
Di akhirat nanti, kepemilikan dan penggunaan harta kekayaan akan dimintai pertanggung jawabannya dari berbagai arah:
Dari mana didapatkanBagaimana mendapatkannyaDigunakan untuk apa Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan.
Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut. Begitu seterusnya.
Demikianlah, kehati-hatian kita dalam mendapatkan harta atau makanan, diperlukan mutlak. Agar darah-daging kita terhindar dari barang haram. Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat.
Wallohua'lam Bisshowab
Sumber: Kisahmuslim.com & Risalahislam.com
Belum ada Komentar untuk "Azab Menipu dan Makan Harta Haram dalam Islam"
Posting Komentar