Kisah Cerita Dewi Nawang Wulan
Jumat, 12 April 2019
1 Komentar
Dewi Nawangwulan adalah ratu sebuah kerajaan kecil pada masa Kerajaan Majapahit. Ia adalah keturunan raja Melayu yang diambil menantu oleh Bhre Wengker (1456-1466), seorang raja Majapahit.
Suaminya adalah Jaka Tarub, sementara ia sendiri menjadi salah satu dari tujuh bidadari yang mandi di telaga. Keduanya memiliki putri bernama Dewi Nawangsih. Nawangsih menikah dengan Raden Bondan Kejawan atau Lembu Peteng, pangeran Majapahit yang diangkat anak oleh Jaka Tarub. Keduanya adalah moyang dari Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Dalam legenda, saat Nawangwulan sampai di khayangan, ia ditolak karena sudah berbau manusia. Nawang Wulan kembali turun ke bumi tetapi tidak bermaksud kembali ke suaminya. Ia naik gunung Merbabu dan meloncat ke laut selatan untuk bunuh diri.
Sebelum bunuh diri di laut selatan, Nyi Nawang Wulan berperang dengan Nyi Roro Kidul dan memperoleh kemenangan, sehingga ia menguasai laut selatan. Dengan demikian, Nawangwulan menjadi salah satu dari tiga penguasa laut selatan disamping Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong.
Dalam versi lain, penguasa khayangan menjadikan Nawangwulan penguasa laut kidul karena ia sudah tidak layak untuk tinggal di khayangan, tetapi juga tidak pantas untuk kembali tinggal di antara manusia di bumi. Semenjak saat itu, Nawangwulan dikenal dengan nama Nyi Roro Kidul.
KISAH DEWI NAWANG WULAN DENGAN JAKA TARUB
Jaka Tarub yang memiliki gelar Ki Ageng Tarub ini adalah tokoh yang dianggap leluhur dinasti Mataram yang menguasai tanah Jawa sejak abad ke-17 hingga sekarang. Menurut sumber masyarakat lokal, ditemukannya reruntuhan makam Jaka Tarub di desa Widodaren, Gerih, Ngawi yang menjadi bukti keberadaan di mana Jaka Tarub bertemu dengan Dewi Nawangwulan.
Jaka Tarub adalah pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat telaga yang terletak di desa Widodaren, Gerih, Ngawi. Tanpa sengaja, ia melihat dan meminta tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub memilih selendang berwarna oranye yang tengah dipilih milik salah seorang bidadari. Saat para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke Kahyangan. Salah seorang bidadari bernama Nawangwulan tidak mampu kembali ke kahyangan karena tidak menemukan selendangnya. Ia pun akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Dewi Nawangwulan pun bisa ikut pulang ke rumah Jaka Tarub dan cerita pendek,
Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak pernah-kali bertanya rahasia kebiasaannya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia ini adalah bahwa Nawangwulan dapat menanak nasi menggunakan hanya disebutir nasi dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak diminta tetapi langsung dibuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Karena hal ini, penyesuaian gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika menerima gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang harus disembunyikan di dalam lumbung agar ia tidak bisa kembali ke kahyangan. Nawangwulan yang marah mengingat kalau sudah melepas benda yang dianggap meninggalkan Jaka Tarub. Jaka Tarub memohon agar tidak dikembalikan ke Kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya saja, pada waktu-waktu tertentu ia rela datang ke marcapada untuk menyusui bayi Nawangsih. Nawangwulan mengatur Jaka Tarub untuk membangun sebuah dangau. Setiap malam, Nawangsih harus ditempatkan di sana agar Nawangwulan dapat menyusuinya tanpa harus bertemu dengan Jaka Tarub. Jaka Tarub hanya bisa melihat dari jauh saat Nawangwulan turun dari kahyangan untuk membayar Nawangsih. Ketika Nawangsih tertidur, Nawangwulan kembali terbang ke Kahyangan. Rutinitas ini terus dilakukan hingga Nawangsih beranjak dewasa. Jaka Tarub dan Nawangsih sering menghadapi kesulitan demi kesulitan, namun bantuan selalu datang tiba tiba. Bantuan Dipercaya tersebut berasal dari Nawangwulan. Nawangsih disebut sebagai wanita istimewa karena ia merupakan anak campuran dari manusia dan bidadari.
Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari, Brawijaya mengirimkan keris pusaka, Kyai Mahesa, Nular, diminta diterjemahkan oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub tahu jika Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun mendukung agar tinggal bersama di desa Tarub.
Sejak saat itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat Brawijaya sekarang menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti disebut menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, ada pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng dikembalikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Suaminya adalah Jaka Tarub, sementara ia sendiri menjadi salah satu dari tujuh bidadari yang mandi di telaga. Keduanya memiliki putri bernama Dewi Nawangsih. Nawangsih menikah dengan Raden Bondan Kejawan atau Lembu Peteng, pangeran Majapahit yang diangkat anak oleh Jaka Tarub. Keduanya adalah moyang dari Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Dalam legenda, saat Nawangwulan sampai di khayangan, ia ditolak karena sudah berbau manusia. Nawang Wulan kembali turun ke bumi tetapi tidak bermaksud kembali ke suaminya. Ia naik gunung Merbabu dan meloncat ke laut selatan untuk bunuh diri.
Sebelum bunuh diri di laut selatan, Nyi Nawang Wulan berperang dengan Nyi Roro Kidul dan memperoleh kemenangan, sehingga ia menguasai laut selatan. Dengan demikian, Nawangwulan menjadi salah satu dari tiga penguasa laut selatan disamping Nyi Roro Kidul dan Nyi Blorong.
Dalam versi lain, penguasa khayangan menjadikan Nawangwulan penguasa laut kidul karena ia sudah tidak layak untuk tinggal di khayangan, tetapi juga tidak pantas untuk kembali tinggal di antara manusia di bumi. Semenjak saat itu, Nawangwulan dikenal dengan nama Nyi Roro Kidul.
KISAH DEWI NAWANG WULAN DENGAN JAKA TARUB
Jaka Tarub yang memiliki gelar Ki Ageng Tarub ini adalah tokoh yang dianggap leluhur dinasti Mataram yang menguasai tanah Jawa sejak abad ke-17 hingga sekarang. Menurut sumber masyarakat lokal, ditemukannya reruntuhan makam Jaka Tarub di desa Widodaren, Gerih, Ngawi yang menjadi bukti keberadaan di mana Jaka Tarub bertemu dengan Dewi Nawangwulan.
Jaka Tarub adalah pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat telaga yang terletak di desa Widodaren, Gerih, Ngawi. Tanpa sengaja, ia melihat dan meminta tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub memilih selendang berwarna oranye yang tengah dipilih milik salah seorang bidadari. Saat para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke Kahyangan. Salah seorang bidadari bernama Nawangwulan tidak mampu kembali ke kahyangan karena tidak menemukan selendangnya. Ia pun akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Dewi Nawangwulan pun bisa ikut pulang ke rumah Jaka Tarub dan cerita pendek,
Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak pernah-kali bertanya rahasia kebiasaannya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia ini adalah bahwa Nawangwulan dapat menanak nasi menggunakan hanya disebutir nasi dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak diminta tetapi langsung dibuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Karena hal ini, penyesuaian gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika menerima gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang harus disembunyikan di dalam lumbung agar ia tidak bisa kembali ke kahyangan. Nawangwulan yang marah mengingat kalau sudah melepas benda yang dianggap meninggalkan Jaka Tarub. Jaka Tarub memohon agar tidak dikembalikan ke Kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya saja, pada waktu-waktu tertentu ia rela datang ke marcapada untuk menyusui bayi Nawangsih. Nawangwulan mengatur Jaka Tarub untuk membangun sebuah dangau. Setiap malam, Nawangsih harus ditempatkan di sana agar Nawangwulan dapat menyusuinya tanpa harus bertemu dengan Jaka Tarub. Jaka Tarub hanya bisa melihat dari jauh saat Nawangwulan turun dari kahyangan untuk membayar Nawangsih. Ketika Nawangsih tertidur, Nawangwulan kembali terbang ke Kahyangan. Rutinitas ini terus dilakukan hingga Nawangsih beranjak dewasa. Jaka Tarub dan Nawangsih sering menghadapi kesulitan demi kesulitan, namun bantuan selalu datang tiba tiba. Bantuan Dipercaya tersebut berasal dari Nawangwulan. Nawangsih disebut sebagai wanita istimewa karena ia merupakan anak campuran dari manusia dan bidadari.
Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari, Brawijaya mengirimkan keris pusaka, Kyai Mahesa, Nular, diminta diterjemahkan oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub tahu jika Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun mendukung agar tinggal bersama di desa Tarub.
Sejak saat itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat Brawijaya sekarang menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti disebut menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, ada pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng dikembalikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram.
Ki Ageng Tarub berasal dari Tarub Grobogan. Jangan asal ngarang cerita
BalasHapus