Asal Usul Pakubuwono X Pahlawan Asal Surakarta Jawa Tengah
Kamis, 09 Mei 2019
Tambah Komentar
Sri Susuhunan Pakubuwan X yang lahir di Surakarta, 29 November 1866 – meninggal di Surakarta, 22 Februari 1939 pada umur 72 tahun, dia adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1893 – 1939.
ASAL USUL PAKUBUWO X
Nama lahirnya (asma timur) adalah Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna (Bahasa Jawa: Raden Mas Sayyidin Malikul Kusno), putra Pakubuwana IX yang lahir dari permaisuri KRAy. Kustiyah, pada tanggal 29 November1866. Pada usia 3 tahun ia telah ditetapkan sebagai putra mahkota bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI.
Konon, kisah kelahirannya menjadi cermin ketidakharmonisan hubungan antara ayahnya dengan pujangga Ranggawarsita. Dikisahkan, pada saat KRAy. Kustiyah baru mengandung, Pakubuwana IX bertanya apakah anaknya kelak lahir laki-laki atau perempuan. Ranggawarsita menjawab kelak akan lahir hayu. Pakubuwana IX kecewa mengira anaknya akan lahir cantik alias perempuan. Padahal ia berharap mendapat bisa putra mahkota dari KRAy. Kustiyah.
Selama berbulan-bulan Pakubuwana IXmenjalani puasa atau tapa brata berharap anaknya tidak lahir perempuan. Akhirnya, KRAy. Kustiyah melahirkan Sayyidin Malikul Kusno. Pakubuwana IX dengan bangga menuduh ramalan Ranggawarsita meleset.
Ranggawarsita menjelaskan bahwa istilah hayu bukan berarti ayu atau "cantik", tetapi singkatan dari rahayu, yang berarti "selamat". Mendengar jawaban Ranggawarsita ini, Pakubuwana IX merasa dipermainkan, karena selama berbulan-bulan ia terpaksa menjalani puasa berat.
Ketidakharmonisan hubungan Pakubuwana IXdengan Ranggawarsita sebenarnya dipicu oleh fitnah pihak Belanda yang sengaja mengadu domba keturunan Pakubuwana VI dengan keluarga Yasadipura.
MASA PEMERINTAHAN
Sayyidin Malikul Kusno naik tahta sebagai Pakubuwana X pada tanggal 30 Maret 1893menggantikan ayahnya yang meninggal dua minggu sebelumnya. Pakubuwana X memiliki dua permaisuri, yang pertama adalah GKR. Pakubuwana, putri KGPAA. Mangkunegara IV, dan yang kedua adalah GKR. Hemas, putri dari Sultan Hamengkubuwana VII. Dari dua permaisurinya Pakubuwana X tidak memiliki putra laki-laki, pernikahannya dengan GKR. Hemas ia hanya dikaruniai seorang putri yang bernama GRAj. Sekar Kedaton yang kelak bergelar GKR. Pembayun.
Pakubuwana X juga memiliki 39 orang istri selir, dan dengan keseluruhan istrinya baik selir maupun permaisuri, Pakubuwana X memiliki 63 orang putra dan putri. Banyak dari putra-putri Pakubuwana X nantinya yang berpengaruh dan berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, antara lain GPH. Jatikusumo, Kepala Staf TNI Angkatan Daratpertama, KGPH. Hangabehi, yang pernah menjabat sebagai pelindung Sarekat Islam[2], dan KGPH. Suryohamijoyo, yang menjadi anggota BPUPKI dan PPKI serta ketua Pekan Olahraga Nasional saat diselenggarakan di Surakarta pada tahun 1948.
Masa pemerintahan Pakubuwana X ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang stabil. Pada masa pemerintahannya yang cukup panjang, Kasunanan Surakarta mengalami transisi, dari kerajaan tradisional menuju era modern, sejalan dengan perubahan politik di Hindia Belanda.
Dalam bidang sosial-ekonomi, Pakubuwana X memberikan kredit untuk pembangunan rumah bagi warga kurang mampu. Di bidang pendidikan, ia mendirikan sekolah Pamardi Putri dan Kasatriyan untuk kepentingan kerabat keraton. Infrastruktur modern kota Surakarta banyak dibangun pada masa pemerintahannya, seperti bangunan Pasar Gede Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo-Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, Jembatan Jurug yang melintasi Bengawan Solo di timur kota, gapura-gapura di batas Kota Surakarta, rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, dan rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi warga Tionghoa.
Pada tanggal 21 Januari 1932, Pakubuwana X mendapatkan bintang kehormatan Sri Maharaja dari Ratu Wilhelmina dari Belandaberupa Grootkruis in de Orde van de Nederlandse Leeuw dengan sebutan rajadalam Bahasa Belanda, Zijne Vorstelijke Hoogheid.
Meskipun berada dalam tekanan politikpemerintah kolonial Hindia Belanda, Pakubuwana X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasi Sarekat Dagang Islam, salah satu organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia. Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta(1938) diadakan pada masa pemerintahannya.
KEMATIAN PAKUBUWO X
Pakubuwana X meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 1939. Ia disebut sebagai Sinuhun Wicaksana atau raja besar dan bijaksana. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya, GRM. Antasena (KGPH. Hangabehi), yang kemudian bergelar Pakubuwana XI. Pakubuwana X mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesiapada tahun 2011 atas jasa-jasanya dalam mendukung perjuangan organisasi pergerakan nasional.
ASAL USUL PAKUBUWO X
Nama lahirnya (asma timur) adalah Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna (Bahasa Jawa: Raden Mas Sayyidin Malikul Kusno), putra Pakubuwana IX yang lahir dari permaisuri KRAy. Kustiyah, pada tanggal 29 November1866. Pada usia 3 tahun ia telah ditetapkan sebagai putra mahkota bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI.
Konon, kisah kelahirannya menjadi cermin ketidakharmonisan hubungan antara ayahnya dengan pujangga Ranggawarsita. Dikisahkan, pada saat KRAy. Kustiyah baru mengandung, Pakubuwana IX bertanya apakah anaknya kelak lahir laki-laki atau perempuan. Ranggawarsita menjawab kelak akan lahir hayu. Pakubuwana IX kecewa mengira anaknya akan lahir cantik alias perempuan. Padahal ia berharap mendapat bisa putra mahkota dari KRAy. Kustiyah.
Selama berbulan-bulan Pakubuwana IXmenjalani puasa atau tapa brata berharap anaknya tidak lahir perempuan. Akhirnya, KRAy. Kustiyah melahirkan Sayyidin Malikul Kusno. Pakubuwana IX dengan bangga menuduh ramalan Ranggawarsita meleset.
Ranggawarsita menjelaskan bahwa istilah hayu bukan berarti ayu atau "cantik", tetapi singkatan dari rahayu, yang berarti "selamat". Mendengar jawaban Ranggawarsita ini, Pakubuwana IX merasa dipermainkan, karena selama berbulan-bulan ia terpaksa menjalani puasa berat.
Ketidakharmonisan hubungan Pakubuwana IXdengan Ranggawarsita sebenarnya dipicu oleh fitnah pihak Belanda yang sengaja mengadu domba keturunan Pakubuwana VI dengan keluarga Yasadipura.
MASA PEMERINTAHAN
Sayyidin Malikul Kusno naik tahta sebagai Pakubuwana X pada tanggal 30 Maret 1893menggantikan ayahnya yang meninggal dua minggu sebelumnya. Pakubuwana X memiliki dua permaisuri, yang pertama adalah GKR. Pakubuwana, putri KGPAA. Mangkunegara IV, dan yang kedua adalah GKR. Hemas, putri dari Sultan Hamengkubuwana VII. Dari dua permaisurinya Pakubuwana X tidak memiliki putra laki-laki, pernikahannya dengan GKR. Hemas ia hanya dikaruniai seorang putri yang bernama GRAj. Sekar Kedaton yang kelak bergelar GKR. Pembayun.
Pakubuwana X juga memiliki 39 orang istri selir, dan dengan keseluruhan istrinya baik selir maupun permaisuri, Pakubuwana X memiliki 63 orang putra dan putri. Banyak dari putra-putri Pakubuwana X nantinya yang berpengaruh dan berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, antara lain GPH. Jatikusumo, Kepala Staf TNI Angkatan Daratpertama, KGPH. Hangabehi, yang pernah menjabat sebagai pelindung Sarekat Islam[2], dan KGPH. Suryohamijoyo, yang menjadi anggota BPUPKI dan PPKI serta ketua Pekan Olahraga Nasional saat diselenggarakan di Surakarta pada tahun 1948.
Masa pemerintahan Pakubuwana X ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang stabil. Pada masa pemerintahannya yang cukup panjang, Kasunanan Surakarta mengalami transisi, dari kerajaan tradisional menuju era modern, sejalan dengan perubahan politik di Hindia Belanda.
Dalam bidang sosial-ekonomi, Pakubuwana X memberikan kredit untuk pembangunan rumah bagi warga kurang mampu. Di bidang pendidikan, ia mendirikan sekolah Pamardi Putri dan Kasatriyan untuk kepentingan kerabat keraton. Infrastruktur modern kota Surakarta banyak dibangun pada masa pemerintahannya, seperti bangunan Pasar Gede Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo-Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, Jembatan Jurug yang melintasi Bengawan Solo di timur kota, gapura-gapura di batas Kota Surakarta, rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, dan rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi warga Tionghoa.
Pada tanggal 21 Januari 1932, Pakubuwana X mendapatkan bintang kehormatan Sri Maharaja dari Ratu Wilhelmina dari Belandaberupa Grootkruis in de Orde van de Nederlandse Leeuw dengan sebutan rajadalam Bahasa Belanda, Zijne Vorstelijke Hoogheid.
Meskipun berada dalam tekanan politikpemerintah kolonial Hindia Belanda, Pakubuwana X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasi Sarekat Dagang Islam, salah satu organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia. Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta(1938) diadakan pada masa pemerintahannya.
KEMATIAN PAKUBUWO X
Pakubuwana X meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 1939. Ia disebut sebagai Sinuhun Wicaksana atau raja besar dan bijaksana. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya, GRM. Antasena (KGPH. Hangabehi), yang kemudian bergelar Pakubuwana XI. Pakubuwana X mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Indonesiapada tahun 2011 atas jasa-jasanya dalam mendukung perjuangan organisasi pergerakan nasional.
Belum ada Komentar untuk "Asal Usul Pakubuwono X Pahlawan Asal Surakarta Jawa Tengah"
Posting Komentar