Kisah Asal Usul Siti Hartinah Pahlawan Asal Surakarta Jawa Tengah
Jumat, 10 Mei 2019
Tambah Komentar
Siti Hartinah lahir di Desa Jaten, Surakarta, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923 – meninggal di Jakarta, 28 April 1996 pada umur 72 tahun. Dia adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto. Siti Hartinah, yang sehari-hari dipanggil Ibu Tien Soeharto merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.
Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Hartinah menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Siti kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.
ASAL USUL SITI HARTINAH
Waktu kecil, hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas bapaknya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, namun karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asal.
Terkait pendidikan, Siti Hardianti mengaku hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), namun sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada 1996.
MENJADI ISTRI SOEHARTO
Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan masukan keluarganya. Karena itu posisi Siti Hartinah sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting. Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan menjadi petani atau supir taksi pada saat itu. Ia memberikan saran,
“Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas,”.
Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepadanya
"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto"
Ia juga mempengaruhi rencana suksesi Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suamimnya. Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan. Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan Soeharto kembali dicalonkan.
KEMATIAN SITI HARTINAH
Siti Hartinah meninggal akibat penyakit jantung yang menimpanya pada Minggu, 28 April 1996, di RS Gatot Subroto, Jakarta. Berawal dari saat Siti Hartinah terbangun akibat sakit jantung yang menimpanya, lalu dilarikan ke RS Gatot Subroto. Namun tim dokter telah berusaha maksimal, takdir berkata lain. Siti Hartinah meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB. Soeharto sangat lama merasa terpukul atas kematian Siti.
Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah, pada 29 April 1996sekitar pukul 14.30 WIB. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.
Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu.
Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Hartinah menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Siti kemudian dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.
ASAL USUL SITI HARTINAH
Waktu kecil, hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas bapaknya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, namun karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asal.
Terkait pendidikan, Siti Hardianti mengaku hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), namun sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada 1996.
MENJADI ISTRI SOEHARTO
Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan masukan keluarganya. Karena itu posisi Siti Hartinah sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting. Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan menjadi petani atau supir taksi pada saat itu. Ia memberikan saran,
“Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas,”.
Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepadanya
"Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto"
Ia juga mempengaruhi rencana suksesi Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suamimnya. Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan. Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan Soeharto kembali dicalonkan.
KEMATIAN SITI HARTINAH
Siti Hartinah meninggal akibat penyakit jantung yang menimpanya pada Minggu, 28 April 1996, di RS Gatot Subroto, Jakarta. Berawal dari saat Siti Hartinah terbangun akibat sakit jantung yang menimpanya, lalu dilarikan ke RS Gatot Subroto. Namun tim dokter telah berusaha maksimal, takdir berkata lain. Siti Hartinah meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB. Soeharto sangat lama merasa terpukul atas kematian Siti.
Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah, pada 29 April 1996sekitar pukul 14.30 WIB. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.
Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Asal Usul Siti Hartinah Pahlawan Asal Surakarta Jawa Tengah"
Posting Komentar