Kisah Asal Usul dan Silsilah Ki Ageng Enis
Minggu, 09 Juni 2019
Tambah Komentar
Ki Ageng Enis adalah putra dari Ki Ageng Sela dengan Nyai Bicak putri Ki Ageng Ngerang / Sunan Ngerang I keturunan Maulana Maghribi II. Ki Ageng Enis berputra Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Pemanahan berputra Sutawijaya atau Mas Ngabehi Loring Pasar atau Senapati pendiri kerajaan Mataram Islam.
Ki Ageng Enis adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan.
Serat Kandha menyebutkan bahwa Ki Ageng Ngenis dengan seluruh keluarganya mendapat pekerjaan pada raja Pajang (Sultan Hadiwijaya) yang begitu senang padanya, sehingga ia diberi tanah Laweyan (di Surakarta, ada hingga kini) sebagai hadiah. Ki Ageng Ngenis meninggal di sana. Setelah meninggalnya, Ki Pemanahan dan Ki Panjawi menjadi lurah para prajurit tamtama Pajang.
Ki Ageng Ngenis, kakek Panembahan Senapati (=Danang-Sutawijaya) adalah berasal dari Sela, karena ia adalah putra Ki Ageng Sela. Jadi, Ki Ageng Sela adalah kakek buyut Panembahan Senapati. Nama-nama Ki Gede (=Ki Ageng) adalah menunjukkan bahwa ia adalah pembesar dari wilayah tersebut. Namun perlu diketahui, bahwa Sela yang disebut di sini bukanlah wilayah Sela yang terletak di antara gunung Merapi dan Merbabu, melainkan Sela yang ada di wilayah Grobogan.
Ki Ageng Sela kakek buyut dari Panembahan Senapati inilah yang diceritakan dalam cerita legenda turun-temurun memiliki kesaktian mampu menangkap petir itu. Saya masih ingat sedikit pada masa kecil orang tua-tua cerita bahwa kami sebagai orang Mataram bila saat petir menyambar dapat menyahutnya dengan bilang, “Gandrik! Putune Ki Ageng Sela!” (Astaga! (Saya) cucu Ki Ageng Sela!). Dengan begitu, petir akan menghindar.
Berdasarkan buku yang ditulis oleh RT. Mlayadipuro, desa Laweyan (sekarang wilayah Kelurahan Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan masih bisa dirunut dengan fakta artefak makam maupun letak geografisnya yaitu setelah dekade Kyai Ageng Ngenis yang bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati), era sebelumnya sangat sulit dilacak kecuali hanya dari dongeng dan tutur lisan saja. Letak pasar Laweyan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman).
Kyai Ageng Ngenis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Ngenis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.
Kyai Ageng Ngenis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat Sunan Kalijaga istirahat selama lelaku menyusuri sungai Bengawan Solo). Rumah tempat tinggal Kyai Ageng Ngenis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.
Kemudian Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan), Sutowijaya pindah ke Kota Gede dan dalam perjalanannya kemudian menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram.
Ki Ageng Enis adalah putra bungsu dari tujuh bersaudara, di mana semua saudaranya adalah perempuan.
Serat Kandha menyebutkan bahwa Ki Ageng Ngenis dengan seluruh keluarganya mendapat pekerjaan pada raja Pajang (Sultan Hadiwijaya) yang begitu senang padanya, sehingga ia diberi tanah Laweyan (di Surakarta, ada hingga kini) sebagai hadiah. Ki Ageng Ngenis meninggal di sana. Setelah meninggalnya, Ki Pemanahan dan Ki Panjawi menjadi lurah para prajurit tamtama Pajang.
Ki Ageng Ngenis, kakek Panembahan Senapati (=Danang-Sutawijaya) adalah berasal dari Sela, karena ia adalah putra Ki Ageng Sela. Jadi, Ki Ageng Sela adalah kakek buyut Panembahan Senapati. Nama-nama Ki Gede (=Ki Ageng) adalah menunjukkan bahwa ia adalah pembesar dari wilayah tersebut. Namun perlu diketahui, bahwa Sela yang disebut di sini bukanlah wilayah Sela yang terletak di antara gunung Merapi dan Merbabu, melainkan Sela yang ada di wilayah Grobogan.
Ki Ageng Sela kakek buyut dari Panembahan Senapati inilah yang diceritakan dalam cerita legenda turun-temurun memiliki kesaktian mampu menangkap petir itu. Saya masih ingat sedikit pada masa kecil orang tua-tua cerita bahwa kami sebagai orang Mataram bila saat petir menyambar dapat menyahutnya dengan bilang, “Gandrik! Putune Ki Ageng Sela!” (Astaga! (Saya) cucu Ki Ageng Sela!). Dengan begitu, petir akan menghindar.
Berdasarkan buku yang ditulis oleh RT. Mlayadipuro, desa Laweyan (sekarang wilayah Kelurahan Laweyan) sudah ada sebelum munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan masih bisa dirunut dengan fakta artefak makam maupun letak geografisnya yaitu setelah dekade Kyai Ageng Ngenis yang bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati), era sebelumnya sangat sulit dilacak kecuali hanya dari dongeng dan tutur lisan saja. Letak pasar Laweyan membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala (sekarang jalan Dr. Rajiman).
Kyai Ageng Ngenis adalah putra dari Kyai Ageng Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Ngenis atau Kyai Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M.
Kyai Ageng Ngenis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat Sunan Kalijaga istirahat selama lelaku menyusuri sungai Bengawan Solo). Rumah tempat tinggal Kyai Ageng Ngenis kemudian ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau Mas Ngabehi Sutowijaya.
Kemudian Sutowijaya lebih dikenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan), Sutowijaya pindah ke Kota Gede dan dalam perjalanannya kemudian menjadi raja pertama Dinasti Mataram Islam dengan sebutan Panembahan Senopati yang kemudian menurunkan raja-raja Mataram.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Asal Usul dan Silsilah Ki Ageng Enis"
Posting Komentar