Tragedi Pembantaian Para Ulama Oleh Amangkurat I
Minggu, 09 Juni 2019
Tambah Komentar
Pembantaian ulama oleh Sultan Amangkurat I adalah peristiwa pembantaian yang terjadi di wilayah Kesultanan Mataram pada suatu siang pada tahun 1648. Sekitar 5.000-6.000 ulama dan anggota keluarga mereka dibunuh hanya dalam waktu kurang dari tiga puluh menit.
Kisah Pembantaian ulama yang dianggap Pemberontakan ini diperintahkan oleh Sultan Amangkurat I dengan motif untuk membalas dendam, karena dua hari sebelumnya adiknya yang bernama Raden Mas Alit mencoba menjatuhkannya dari tahta.
Walaupun upaya kudeta ini gagal dan Raden Mas Adit terbunuh dalam peristiwa tersebut, Amangkurat ingin menumpas kelompok yang diduga bersekongkol dengan adiknya.
Selama perencanaan pembantaian ini, sultan ingin agar balas dendam dilakukan tanpa diketahui siapa dalang di balik kejadian tersebut.
Terdapat empat orang pembesar keraton yang diberi tugas untuk menjalankan rencana ini, yaitu Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wirapatra. Mereka berempat diperintahkan untuk bergerak ke empat penjuru mata angin untuk melancarkan pembantaian ini.
Menurut sejarawan H.J. de Graaf, Amangkurat juga berpesan agar tidak ada satu pemuka agama pun yang diloloskan dari pembantaian ini. Permulaan pembantaian ini konon diisyaratkan dengan bunyi tembakan meriam dari istana.
Sumber sejarah lokal tidak mencatat bagaimana pembantaian ini benar-benar berlangsung, dan satu-satunya sumber sejarah yang ada adalah catatan seorang pejabat VOC yang bernama Rijcklof van Goens yang sedang bertugas di Mataram pada saat itu.
Amangkurat berupaya menyembunyikan keterlibatannya dalam pembantaian ini. Pada hari berikutnya, ia berpura-pura marah dan terkejut.
Ia menuduh para ulama sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas kematian Pangeran Alit dan memaksa delapan pembesar untuk mengaku bahwa mereka telah merencanakan kudeta terhadap Sultan. Delapan orang itu beserta anggota keluarganya juga dibantai.
Kisah Pembantaian ulama yang dianggap Pemberontakan ini diperintahkan oleh Sultan Amangkurat I dengan motif untuk membalas dendam, karena dua hari sebelumnya adiknya yang bernama Raden Mas Alit mencoba menjatuhkannya dari tahta.
Walaupun upaya kudeta ini gagal dan Raden Mas Adit terbunuh dalam peristiwa tersebut, Amangkurat ingin menumpas kelompok yang diduga bersekongkol dengan adiknya.
Selama perencanaan pembantaian ini, sultan ingin agar balas dendam dilakukan tanpa diketahui siapa dalang di balik kejadian tersebut.
Terdapat empat orang pembesar keraton yang diberi tugas untuk menjalankan rencana ini, yaitu Pangeran Aria, Tumenggung Nataairnawa, Tumenggung Suranata, dan Ngabehi Wirapatra. Mereka berempat diperintahkan untuk bergerak ke empat penjuru mata angin untuk melancarkan pembantaian ini.
Menurut sejarawan H.J. de Graaf, Amangkurat juga berpesan agar tidak ada satu pemuka agama pun yang diloloskan dari pembantaian ini. Permulaan pembantaian ini konon diisyaratkan dengan bunyi tembakan meriam dari istana.
Sumber sejarah lokal tidak mencatat bagaimana pembantaian ini benar-benar berlangsung, dan satu-satunya sumber sejarah yang ada adalah catatan seorang pejabat VOC yang bernama Rijcklof van Goens yang sedang bertugas di Mataram pada saat itu.
Amangkurat berupaya menyembunyikan keterlibatannya dalam pembantaian ini. Pada hari berikutnya, ia berpura-pura marah dan terkejut.
Ia menuduh para ulama sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas kematian Pangeran Alit dan memaksa delapan pembesar untuk mengaku bahwa mereka telah merencanakan kudeta terhadap Sultan. Delapan orang itu beserta anggota keluarganya juga dibantai.
Belum ada Komentar untuk "Tragedi Pembantaian Para Ulama Oleh Amangkurat I"
Posting Komentar