Kisah Riwayat Ganesha Putra Dewa Siwa
Senin, 07 Oktober 2019
Tambah Komentar
Ganesha adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai penjuru India; termasuk Nepal, Tibet dan Asia Tenggara. Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan dianggap merupakan salah satu putra Bhatara Siwa.
Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India.
Meskipun ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa masyhur sebagai "Pengusir segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara. Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda. Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu. Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa.
Ganesa adalah Wigneswara atau Wignaraja, dewa segala rintangan, baik yang bersifat material maupun spiritual. Ia masyhur dipuja sebagai penyingkir segala rintangan, meski ia juga memasang rintangan pada umatnya yang perlu diberi cobaan. Paul Courtright mengatakan, "pekerjaannya adalah menempatkan dan menyingkirkan rintangan. Itu merupakan kekuasaannya yang utama..."
Yuvraj Krishan menyatakan bahwa beberapa nama Ganesa mencerminkan perannya yang berkembang dari waktu ke waktu. M. K. Dhavalikar beranggapan bahwa karena cepatnya ketenaran Ganesa di antara dewi-dewi Hindu, dan kemunculan para Ganapatya, sehingga ada perubahan tekanan suara dari wignakartā (pencipta rintangan) menjadi wignahartā (penyingkir rintangan). Bagaimanapun, dua fungsi tersebut menjadi amat penting dalam karakter Ganesa, seperti yang dijelaskan Robert Brown, "bahkan setelah Ganesa dalam Purana digambarkan dengan baik, Ganesa meninggalkan banyak hal-hal penting untuk peran gandanya sebagai pencipta dan penyingkir rintangan, sehingga memiliki aspek negatif maupun positif."
Ganesa dianggap sebagai Dewa Aksara dan Pelajaran. Dalam bahasa Sanskerta, kata buddhi adalah kata benda feminin yang banyak diterjemahkan menjadi kecerdasan, kebijaksanaan, atau akal. Konsep buddhi erat dikaitkan dengan kepribadian Ganesa, khususnya pada zaman Purana, ketika banyak kisah menonjolkan kepintarannya dan cinta terhadap kecerdasan. Salah satu nama Ganesa dalam Ganeshapurana dan Ganesa Sahasranama adalah Buddhipriya. Nama ini juga muncul dalam daftar 21 nama di akhir Ganesa Sahasranama yang menurut Ganesa amat penting. Kata priya bisa berarti "yang tercinta", dan dalam konteks suami-istri bisa berarti "kekasih" atau "suami", maka nama Buddhipriya bisa saja berarti "Yang dicintai oleh kecerdasan" atau "Suami Buddhi".
Ganesa diidentikkan dengan mantra Om dalam agama Hindu (Simbol: ॐ, juga dieja 'Aum'). Istilah oṃ(ng)kāraswarūpa (Om adalah wujudnya), ketika diidentikkan dengan Ganesa, merujuk pada sebuah pemahaman bahwa ia menjelma sebagai bunyi yang utama.[35] Kitab Ganapati Atharwashirsa memberi penjelasan mengenai hubungan ini. Swami Chinmayananda menerjemahkan pernyataan yang relevan berikut ini:
(O Hyang Ganapati!) Engkaulah (Tritunggal) Brahma, Wisnu, dan Mahesa. Engkaulah Indra. Engakulah api (Agni) dan udara (Bayu). Engkaulah matahari (Surya) dan bulan (Candrama). Engkaulah Brahman. Engkaulah (tiga dunia) Bhuloka [bumi], Antariksa-loka [luar angkasa], dan Swargaloka [sorga]. Engkaulah Om. (Itu sebagai tanda, bahwa Engkaulah segala hal tersebut).
Beberapa pemuja melihat kesamaan antara lekukan tubuh Ganesa dalam penggambaran umum dengan bentuk simbol Om dalam aksara Dewanagari dan Tamil.
CAKRA PERTAMA
Menurut Kundalini yoga, Ganesa menempati cakra pertama, yang disebut muladhara. Mula berarti "asal, utama"; adhara berarti "dasar, fondasi". Cakra muladhara adalah hal penting yang merupakan manifestasi atau pelebaran pokok-pokok kekuatan ilahi yang terpendam. Hubungan Gansea dengan hal ini juga diterangkan dalam Ganapati Atharwashirsa. Courtright menerjemahkan pernyataan sebagai berikut: "[O Ganesa,] Engkau senantiasa menempati urat sakral di fondasi tulang punggung [mūlādhāra cakra]." Maka dari itu, Ganesa memiliki kediaman tetap dalam setiap makhluk yang terletak pada Muladhara. Ganesa memegang, menopang dan memandu cakra-cakra lainnya, sehingga ia mengatur kekuatan yang mendorong cakra kehidupan.
KEPERCAYAAN DI LUAR INDIA DAN HINDU
Hubungan dagang dan budaya telah memperluas pengaruh India di Asia Barat dan Tenggara. Ganesa adalah salah satu dari banyaknya dewa-dewi Hindu yang menjamah negeri asing sebagai akibatnya.
Ganesa khususnya disembah oleh para pedagang dan rombongannya, yang pergi ke luar India untuk malakukan hubungan dagang. Periode dari sekitar abad ke-10 sampai seterusnya ditandai oleh perkembangan jaringan-jaringan baru terhadap hal pertukaran, pembentukan serikat dagang, dan bangkitnya sirkulasi keuangan. Selama masa ini, Ganesa menjadi dewa utama yang dikaitkan dengan para pedagang. Tulisan paling awal yang mengandung seruan kepada Ganesa sebelum memanggil dewa-dewi lainnya dikaitkan dengan komunitas rombongan pedagang.
Umat Hindu bermigrasi ke nusantara dan membawa budaya mereka, termasuk Ganesa, bersama mereka. Arca-arca Ganesa ditemukan di sepanjang wilayah Nusantara dalam jumlah yang banyak, seringkali di samping kuil Siwa. Wujud Ganesa didapati dalam kesenian Hindu di Jawa, Bali, dan Kalimantan yang menunjukkan pengaruh regional yang spesifik. Penyebaran budaya Hindu secara perlahan-lahan ke Asia Tenggara telah membuat wujud Ganesa dimodifikasi di Burma, Kamboja, dan Thailand. Di Indochina, agama Hindu dan Buddha dijalankan dengan berdampingan, dan pengaruh timbal balik bisa dilihat dalam penggambaran Ganesa di wilayah itu. Di Thailand, Kamboja dan di Vietnam, Ganesa terutama dianggap sebagai penyingkir segala rintangan. Bahkan kini oleh umat Buddha di Thailand, Ganesa dihormati sebagai penyingkir segala rintangan, atau dewa keberhasilan.
Sebelum kedatangan Islam, Afganistan memiliki ikatan budaya yang erat dengan India, dan pemujaan terhadap dewa-dewi Hindu maupun Buddha sama-sama dijalankan. Beberapa contoh arca dari abad ke-5 sampai abad ke-7 telah bertahan, mencerminkan bahwa pemujaan Ganesa adalah hal yang populer di wilayah itu.
Ganesa muncul dalam agama Buddha Mahayana, tidak hanya dalam wujud dewa Vināyaka dalam agama Buddha, tetapi juga sebagai wujud raksasa dengan nama yang sama.
Citranya muncul dalam arca-arca agama Buddha selama akhir masa kerajaan Gupta. Sebagai dewa Vināyaka dalam agama Buddha, ia seringkali digambarkan sedang menari. Wujud ini, disebut Nṛtta Ganapati, dan termasyhur di wilayah India Utara, kemudian diadopsi di Nepal, lalu di Tibet. Di Nepal, wujud Ganesa secara Hindu, dikenal sebagai Heramba, sangat terkenal; ia memiliki lima kepala dan menunggangi singa. Penggambaran Ganesa di Tibet menunjukkan pandangan yang bertentangan terhadapnya. Ganapati versi Tibet adalah tshogs bdag. Dalam versi Tibet, Ganesa digambarkan sedang diinjak oleh kaki Mahākāla, yaitu dewa bangsa Tibet yang terkenal.
Penggambaran lain menampilkan wujudnya sebagai pemusnah segala rintangan, kadangkala dalam wujud sedang menari. Ganesa muncul di Cina dan Jepang dalam wujud yang menampilkan karakter wilayah yang berbeda. Di Cina Utara, ada patung batu dari zaman awal yang dikenal sebagai Ganesa, disertai tulisan yang berangka tahun 531. Di Jepang, pemujaan terhadap Ganesa pertama kali disebutkan pada tahun 806.
Sastra agama Jaina (Jainisme) tidak menyebutkan adanya pemujaan terhadap Ganesa. Namun, Ganesa dipuja oleh banyak umat Jaina, muncul sebagai pengambil alih fungsi Kubera. Hubungan Jaina dengan komunitas perdagangan mendukung gagasan bahwa Jainisme mengambil tradisi pemujaan Ganesa sebagai akibat dari hubungan perdagangan. Patung Ganesa tertua versi Jaina ditaksir berasal dari abad ke-9. Sebuah kitab Jaina dari abad ke-15 memaparkan prosedur untuk memasang citra Ganapati. Citra Ganesa muncul dalam kuil Jaina di Rajasthan dan Gujarat.
Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India.
Meskipun ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa masyhur sebagai "Pengusir segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara. Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda. Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu. Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa.
Ganesa adalah Wigneswara atau Wignaraja, dewa segala rintangan, baik yang bersifat material maupun spiritual. Ia masyhur dipuja sebagai penyingkir segala rintangan, meski ia juga memasang rintangan pada umatnya yang perlu diberi cobaan. Paul Courtright mengatakan, "pekerjaannya adalah menempatkan dan menyingkirkan rintangan. Itu merupakan kekuasaannya yang utama..."
Yuvraj Krishan menyatakan bahwa beberapa nama Ganesa mencerminkan perannya yang berkembang dari waktu ke waktu. M. K. Dhavalikar beranggapan bahwa karena cepatnya ketenaran Ganesa di antara dewi-dewi Hindu, dan kemunculan para Ganapatya, sehingga ada perubahan tekanan suara dari wignakartā (pencipta rintangan) menjadi wignahartā (penyingkir rintangan). Bagaimanapun, dua fungsi tersebut menjadi amat penting dalam karakter Ganesa, seperti yang dijelaskan Robert Brown, "bahkan setelah Ganesa dalam Purana digambarkan dengan baik, Ganesa meninggalkan banyak hal-hal penting untuk peran gandanya sebagai pencipta dan penyingkir rintangan, sehingga memiliki aspek negatif maupun positif."
Ganesa dianggap sebagai Dewa Aksara dan Pelajaran. Dalam bahasa Sanskerta, kata buddhi adalah kata benda feminin yang banyak diterjemahkan menjadi kecerdasan, kebijaksanaan, atau akal. Konsep buddhi erat dikaitkan dengan kepribadian Ganesa, khususnya pada zaman Purana, ketika banyak kisah menonjolkan kepintarannya dan cinta terhadap kecerdasan. Salah satu nama Ganesa dalam Ganeshapurana dan Ganesa Sahasranama adalah Buddhipriya. Nama ini juga muncul dalam daftar 21 nama di akhir Ganesa Sahasranama yang menurut Ganesa amat penting. Kata priya bisa berarti "yang tercinta", dan dalam konteks suami-istri bisa berarti "kekasih" atau "suami", maka nama Buddhipriya bisa saja berarti "Yang dicintai oleh kecerdasan" atau "Suami Buddhi".
Ganesa diidentikkan dengan mantra Om dalam agama Hindu (Simbol: ॐ, juga dieja 'Aum'). Istilah oṃ(ng)kāraswarūpa (Om adalah wujudnya), ketika diidentikkan dengan Ganesa, merujuk pada sebuah pemahaman bahwa ia menjelma sebagai bunyi yang utama.[35] Kitab Ganapati Atharwashirsa memberi penjelasan mengenai hubungan ini. Swami Chinmayananda menerjemahkan pernyataan yang relevan berikut ini:
(O Hyang Ganapati!) Engkaulah (Tritunggal) Brahma, Wisnu, dan Mahesa. Engkaulah Indra. Engakulah api (Agni) dan udara (Bayu). Engkaulah matahari (Surya) dan bulan (Candrama). Engkaulah Brahman. Engkaulah (tiga dunia) Bhuloka [bumi], Antariksa-loka [luar angkasa], dan Swargaloka [sorga]. Engkaulah Om. (Itu sebagai tanda, bahwa Engkaulah segala hal tersebut).
Beberapa pemuja melihat kesamaan antara lekukan tubuh Ganesa dalam penggambaran umum dengan bentuk simbol Om dalam aksara Dewanagari dan Tamil.
CAKRA PERTAMA
Menurut Kundalini yoga, Ganesa menempati cakra pertama, yang disebut muladhara. Mula berarti "asal, utama"; adhara berarti "dasar, fondasi". Cakra muladhara adalah hal penting yang merupakan manifestasi atau pelebaran pokok-pokok kekuatan ilahi yang terpendam. Hubungan Gansea dengan hal ini juga diterangkan dalam Ganapati Atharwashirsa. Courtright menerjemahkan pernyataan sebagai berikut: "[O Ganesa,] Engkau senantiasa menempati urat sakral di fondasi tulang punggung [mūlādhāra cakra]." Maka dari itu, Ganesa memiliki kediaman tetap dalam setiap makhluk yang terletak pada Muladhara. Ganesa memegang, menopang dan memandu cakra-cakra lainnya, sehingga ia mengatur kekuatan yang mendorong cakra kehidupan.
KEPERCAYAAN DI LUAR INDIA DAN HINDU
Hubungan dagang dan budaya telah memperluas pengaruh India di Asia Barat dan Tenggara. Ganesa adalah salah satu dari banyaknya dewa-dewi Hindu yang menjamah negeri asing sebagai akibatnya.
Ganesa khususnya disembah oleh para pedagang dan rombongannya, yang pergi ke luar India untuk malakukan hubungan dagang. Periode dari sekitar abad ke-10 sampai seterusnya ditandai oleh perkembangan jaringan-jaringan baru terhadap hal pertukaran, pembentukan serikat dagang, dan bangkitnya sirkulasi keuangan. Selama masa ini, Ganesa menjadi dewa utama yang dikaitkan dengan para pedagang. Tulisan paling awal yang mengandung seruan kepada Ganesa sebelum memanggil dewa-dewi lainnya dikaitkan dengan komunitas rombongan pedagang.
Umat Hindu bermigrasi ke nusantara dan membawa budaya mereka, termasuk Ganesa, bersama mereka. Arca-arca Ganesa ditemukan di sepanjang wilayah Nusantara dalam jumlah yang banyak, seringkali di samping kuil Siwa. Wujud Ganesa didapati dalam kesenian Hindu di Jawa, Bali, dan Kalimantan yang menunjukkan pengaruh regional yang spesifik. Penyebaran budaya Hindu secara perlahan-lahan ke Asia Tenggara telah membuat wujud Ganesa dimodifikasi di Burma, Kamboja, dan Thailand. Di Indochina, agama Hindu dan Buddha dijalankan dengan berdampingan, dan pengaruh timbal balik bisa dilihat dalam penggambaran Ganesa di wilayah itu. Di Thailand, Kamboja dan di Vietnam, Ganesa terutama dianggap sebagai penyingkir segala rintangan. Bahkan kini oleh umat Buddha di Thailand, Ganesa dihormati sebagai penyingkir segala rintangan, atau dewa keberhasilan.
Sebelum kedatangan Islam, Afganistan memiliki ikatan budaya yang erat dengan India, dan pemujaan terhadap dewa-dewi Hindu maupun Buddha sama-sama dijalankan. Beberapa contoh arca dari abad ke-5 sampai abad ke-7 telah bertahan, mencerminkan bahwa pemujaan Ganesa adalah hal yang populer di wilayah itu.
Ganesa muncul dalam agama Buddha Mahayana, tidak hanya dalam wujud dewa Vināyaka dalam agama Buddha, tetapi juga sebagai wujud raksasa dengan nama yang sama.
Citranya muncul dalam arca-arca agama Buddha selama akhir masa kerajaan Gupta. Sebagai dewa Vināyaka dalam agama Buddha, ia seringkali digambarkan sedang menari. Wujud ini, disebut Nṛtta Ganapati, dan termasyhur di wilayah India Utara, kemudian diadopsi di Nepal, lalu di Tibet. Di Nepal, wujud Ganesa secara Hindu, dikenal sebagai Heramba, sangat terkenal; ia memiliki lima kepala dan menunggangi singa. Penggambaran Ganesa di Tibet menunjukkan pandangan yang bertentangan terhadapnya. Ganapati versi Tibet adalah tshogs bdag. Dalam versi Tibet, Ganesa digambarkan sedang diinjak oleh kaki Mahākāla, yaitu dewa bangsa Tibet yang terkenal.
Penggambaran lain menampilkan wujudnya sebagai pemusnah segala rintangan, kadangkala dalam wujud sedang menari. Ganesa muncul di Cina dan Jepang dalam wujud yang menampilkan karakter wilayah yang berbeda. Di Cina Utara, ada patung batu dari zaman awal yang dikenal sebagai Ganesa, disertai tulisan yang berangka tahun 531. Di Jepang, pemujaan terhadap Ganesa pertama kali disebutkan pada tahun 806.
Sastra agama Jaina (Jainisme) tidak menyebutkan adanya pemujaan terhadap Ganesa. Namun, Ganesa dipuja oleh banyak umat Jaina, muncul sebagai pengambil alih fungsi Kubera. Hubungan Jaina dengan komunitas perdagangan mendukung gagasan bahwa Jainisme mengambil tradisi pemujaan Ganesa sebagai akibat dari hubungan perdagangan. Patung Ganesa tertua versi Jaina ditaksir berasal dari abad ke-9. Sebuah kitab Jaina dari abad ke-15 memaparkan prosedur untuk memasang citra Ganapati. Citra Ganesa muncul dalam kuil Jaina di Rajasthan dan Gujarat.
Belum ada Komentar untuk "Kisah Riwayat Ganesha Putra Dewa Siwa"
Posting Komentar