Jumlah Penderita TBC di Blitar Terus Bertambah
Kamis, 09 Januari 2020
Tambah Komentar
BLITAR JATIM - Jumlah penderita TBC di Kabupaten Blitar terus meningkat. Disebabkan adanyada beberapa faktor yang membuat penularan TBC sulit dibendung.
Yang pertama karena Kurangnya pemahaman pengobatan secara rasional. Kemudian sikap tidak terbukanya para penderita sehingga penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium tuberculosis ini semakin luas menyebar.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar mengaku kesulitan menemukan para penderita TBC.
Dari target temuan suspect TBC sebanyak 10.088 pasien, Dinkes hanya menemukan 4.310 pasien. Atau hanya 42 persen dari target.
Sedangkan target temuan positif TBC sebanyak 2.612 pasien. Namun sampai saat ini hanya ditemukan 677 pasien. Atau hanya 25,92 persen.
"Kami sangat kesulitan menemukan pasien positif TBC. Ini karena masyarakat kalau menderita batuk tidak memeriksakan diri ke layanan kesehatan.
Jika batuk satu sampai seminggu, mereka memilih mencari obat ke apotek. Padahal jika batuk lebih dari dua minggu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dahak," kata Kabid Pencegahan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar, Krisna Yekti kepada wartawan, Kamis (9/1/2020).
Pemkab Blitar melalui Dinkes, lanjut Krisna, sebenarnya telah menfasilitasi kemudahan layanan pemeriksaan dahak atau dikenal pemeriksaan BTA.
Sebuah alat Test Molecular Cepat (TMC) disediakan di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Puskesmas Kanigoro dan Srengat.
"Kalau lokasi warga jauh dari tiga tempat itu, monggo datang saja ke Puskesmas terdekat. Nanti petugas Puskesmas itu akan mengantarkan tes BTA-nya ke Puskesmas yang sudah ada alat TMC dan gratis," imbuhnya.
Wilayah dengan jumlah penderita banyak di antaranya Kecamatan Srengat, Kanigoro, Kademangan dan Sutojayan.
Menurut Krisna, ini karena lokasinya dekat dengan Puskesmas yang telah dilengkapi alat TMC.
Mirisnya, peningkatan jumlah penderita TBC ini juga dibarengi meningkatnya pasien TBC yang kebal obat. Atau Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB). Di Kabupaten Blitar, pasien MDR mulai ditemukan pada 2015.
Kala itu ada dua warga Sutojayan. Di 2016 naik menjadi 4 pasien MDR. Di 2018 ada 38 pasien dan sampai 2020 ini naik menjadi 42 pasien MDR.
"Anggapan bahwa ini penyakit kutukan, penyakit turunan membuat warga tidak melakukan pengobatan secara rasional. Padahal, jika di satu orang ada penderita TBC tidak ditangani secara khusus alat makannya, selalu pakai masker, ini rentan menular ke anggota keluarga dalam satu rumah itu," imbuh Krisna.
Faktor ini ditambah pasien TBC tidak mau dipublikasikan. Sehingga orang lain tidak tahu jika dia penderita penyakit menular.
Potensi penyebaran terjadi jika pasien TBC batuk tanpa menutup mulutnya atau tanpa memakai masker. Dan membuang dahaknya di sembarang tempat.
"Kita yang sehat harus lebih waspada. Caranya, pakai masker dimanapun ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain," pungkasnya.
Yang pertama karena Kurangnya pemahaman pengobatan secara rasional. Kemudian sikap tidak terbukanya para penderita sehingga penyakit akibat infeksi kuman mycobacterium tuberculosis ini semakin luas menyebar.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar mengaku kesulitan menemukan para penderita TBC.
Dari target temuan suspect TBC sebanyak 10.088 pasien, Dinkes hanya menemukan 4.310 pasien. Atau hanya 42 persen dari target.
Sedangkan target temuan positif TBC sebanyak 2.612 pasien. Namun sampai saat ini hanya ditemukan 677 pasien. Atau hanya 25,92 persen.
"Kami sangat kesulitan menemukan pasien positif TBC. Ini karena masyarakat kalau menderita batuk tidak memeriksakan diri ke layanan kesehatan.
Jika batuk satu sampai seminggu, mereka memilih mencari obat ke apotek. Padahal jika batuk lebih dari dua minggu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dahak," kata Kabid Pencegahan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar, Krisna Yekti kepada wartawan, Kamis (9/1/2020).
Pemkab Blitar melalui Dinkes, lanjut Krisna, sebenarnya telah menfasilitasi kemudahan layanan pemeriksaan dahak atau dikenal pemeriksaan BTA.
Sebuah alat Test Molecular Cepat (TMC) disediakan di RSUD Ngudi Waluyo, Wlingi, Puskesmas Kanigoro dan Srengat.
"Kalau lokasi warga jauh dari tiga tempat itu, monggo datang saja ke Puskesmas terdekat. Nanti petugas Puskesmas itu akan mengantarkan tes BTA-nya ke Puskesmas yang sudah ada alat TMC dan gratis," imbuhnya.
Wilayah dengan jumlah penderita banyak di antaranya Kecamatan Srengat, Kanigoro, Kademangan dan Sutojayan.
Menurut Krisna, ini karena lokasinya dekat dengan Puskesmas yang telah dilengkapi alat TMC.
Mirisnya, peningkatan jumlah penderita TBC ini juga dibarengi meningkatnya pasien TBC yang kebal obat. Atau Multidrug Resistant Tuberculosis (MDR TB). Di Kabupaten Blitar, pasien MDR mulai ditemukan pada 2015.
Kala itu ada dua warga Sutojayan. Di 2016 naik menjadi 4 pasien MDR. Di 2018 ada 38 pasien dan sampai 2020 ini naik menjadi 42 pasien MDR.
"Anggapan bahwa ini penyakit kutukan, penyakit turunan membuat warga tidak melakukan pengobatan secara rasional. Padahal, jika di satu orang ada penderita TBC tidak ditangani secara khusus alat makannya, selalu pakai masker, ini rentan menular ke anggota keluarga dalam satu rumah itu," imbuh Krisna.
Faktor ini ditambah pasien TBC tidak mau dipublikasikan. Sehingga orang lain tidak tahu jika dia penderita penyakit menular.
Potensi penyebaran terjadi jika pasien TBC batuk tanpa menutup mulutnya atau tanpa memakai masker. Dan membuang dahaknya di sembarang tempat.
"Kita yang sehat harus lebih waspada. Caranya, pakai masker dimanapun ketika berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain," pungkasnya.
Belum ada Komentar untuk "Jumlah Penderita TBC di Blitar Terus Bertambah"
Posting Komentar